Social Items

Tampilkan postingan dengan label Kerajaan Islam indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kerajaan Islam indonesia. Tampilkan semua postingan

Kerajaan Aceh Darussalam berkuasa mulai akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-20 M. Dalam rentang masa empat abad tersebut, sudah berkuasa 35 orang sultan & sultanah. Sebelum membahas lebih jauh tentang kerajaan ini, terdapat baiknya kita mengenal kondisi geografis dan topografis daerahnya (Aceh atau Banda Aceh) terlebih dahulu.

Aceh merupakan salah satu Provinsi Indonesia yang terletak pada ujung Barat bahari pulau Sumatera & diapit oleh 2 bahari yaitu Lautan Indonesia & Selat Malaka. Setelah 89 tahun nama Kuta raja dijadikan sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalam menggantikan nama Banda Aceh Darussalam, maka pada tahun 1963 Banda Aceh kembali dihidupkan dari Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43. Sejak lepas tadi nama Banda Aceh kembali resmi menjadi ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Selain karena banyaknya versi serta sumber-asal yg berbicara mengenai riwayat Aceh masih sebatas mitos atau cerita rakyat, berasal-usul Aceh masih belum terkuak menggunakan jelas. Seperti yg dituturkan sang Lombard, sumber sejarah mengenai asal-usul Aceh yg berupa cerita-cerita turun-temurun tersebut sukar diperiksa kebenarannya. Mitos mengenai orang Aceh, tulis Lombard, misalnya misalnya yg dikisahkan sang seseorang pengelana Barat yg sempat singgah pada Aceh. John Davis, nama musafir itu, mencatat bahwa orang Aceh menduga diri mereka keturunan menurut imael & Hagar (Nabi Ismail & Siti Hajar).

Tiga abad kemudian, Snouck Hugronje membicarakan bahwa beliau pernah mendengar cerita tentang seorang ulama sekaligus hulubalang bernama Teungku Kuta karang, yg menganggap orang Aceh lahir dari percampuran orang Arab, Persi, dan Turki. Menurut analisis Lombard, intervensi semacam ini sengaja diciptakan menjadi bentuk perlawanan terhadap penjajah Eropa.

Dalam buku berjudul ?Kerajaan-kerajaan Islam di Aceh? (2006) karya Rusdi Sufi dan Agus Budi Wibowo, dikemukakan bahwa yang dianggap Aceh merupakan daerah yang sempat dinamakan sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (sebelumnya bernama Provinsi Daerah spesial Aceh). Namun pada waktu Aceh masih sebagai sebuah kerajaan/kesultanan, yg dimaksud menggunakan Aceh merupakan yg sekarang dikenal menggunakan Kabupaten Aceh Besar atau pada bahasa Aceh dianggap Aceh Rayeuk atau dianggap juga menggunakan ?Aceh Lhee Sagoe? (Aceh Tiga Sagi). Selain itu, terdapat juga yg menyebutnya Aceh lnti (Aceh Proper) atau "Aceh yg sebenarnya? Karena wilayah itulah yg pada mulanya sebagai inti Kesultanan Aceh Darussalam sekaligus letak ibukotanya.

Nama Aceh acapkali pula digunakan oleh orang-orang Aceh buat menyebut ibukota kerajaannya yg bernama Bandar Aceh Darussalam. Terkait asal usul nama Aceh sendiri belum terdapat kepastian yang mengungkapkan dari mana dan kapan nama Aceh mulai dipakai. Orang-orang asing yang pernah tiba ke Aceh menyebutnya menggunakan nama yang berbeda-beda. Orang-orang Portugis dan Italia menyebutnya dengan nama Achem, Achen, dan Aceh, orang Arab menyebut Asyi. ?Dachem?, Dagin, & Dacin ad interim orang Cina menyebutnya menggunakan nama Atje & Tashi.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam
?Istana kerajaan aceh

Dalam karya Rusdi Sufi & Agus Budi Wibowo yang lain (Ragam Sejarah Aceh, 2004: 1-dua), disebutkan bahwa selain buat penyebutan nama loka, Aceh juga adalah nama berdasarkan salah satu suku bangsa atau etnis penduduk asli yang mendiami Bumi Aceh. Terdapat relatif poly etnis yg bermukim di wilayah Aceh, yakni etnis Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Aneuk, Jamee, Kluet, Simeulue, dan Singkil. Suku-suku bangsa yang mendiami wilayah Aceh, termasuk suku bangsa Aceh itu telah eksis sejak Aceh masih sebagai kerajaan/kesultanan.

Aceh adalah wilayah yang besar dan dulunya dihuni oleh beberapa pemerintahan besar pula. Selain Kesultanan Aceh Darussalam dan Samudera Pasai, dulu di tanah Rencong ini juga pernah berdiri Kerajaan Islam Lamuri, bahkan cikal bakal kerajaan Aceh tidak terlepas dari kerajaan  Lamuri. Salah seorang sultan yang terkenal dari Kerajaan Islam Lamuri adalah Sultan Munawwar Syah. Sultan inilah yang kemudian dianggap sebagai moyangnya Sultan Aceh Darussalam yang terhebat, yakni Sultan Iskandar Muda. Pada akhir abad ke-15, dengan terjalinnya hubungan baik dengan kerajaan tetangganya, maka pusat singgasana Kerajaan Lamuri dipindahkan ke Mahkota Alam, yang dalam perkembangannya menjadi Kesultanan Aceh Darussalam.

Kerajaan Lamuri juga dikenal menggunakan banyak nama, diantaranya merupakan menjadi berikut:

  1. Indra Purba
  2. Poli
  3. Lamuri (seperti yang disebutkan oleh Marcopolo)
  4. Ramini/Ramni atau Rami (seperti yang disebutkan oleh pedagang atau ulama Arab yaitu Abu Zayd Hasan, Sulaiman ataupun lbnu Batutah)
  5. Lan-li, Lan-wuli dan Nanpoli (seperti yang disebut oleh orang Tionghoa).

Berita tentang kerajaan Lamuri ini diperoleh menurut prasasti yang pada tulis dalam masa raja Rajendra Cola I dalam tahun 1030 pada Tanjore (India Selatan). Serangan yang dilakukan sang Rajendra Cola I mengakibatkan beberapa kerajaan pada Sumatera & semenanjung Melayu menjadi lemah, termasuk pada dalamnya merupakan Ilmauridacam (Lamuri).

Penyerangan terhadap Lamuri di ujung pulau Sumatera dilakukan lantaran kerajaan Lamuri adalah bagian dari kerajaan Sriwijaya yg sebelumnya juga pernah menerima agresi berdasarkan kerajaan Cola pada tahun 1017 M. Dari sini bisa disimpulkan bahwa kerajaan Lamuri diperkirakan telah mulai berdiri pada abad ke IX & sudah mempunyai angkatan perang yg kuat dan hebat.

Peristiwa penyerangan Cola terhadap kerajaan Lamuri yang berlangsung selama lebih kurang tiga abad & lalu dilanjutkan dengan agresi sang Majapahit & Cheng Ho, akhirnya menciptakan Lamuri menjadi semakin lemah. Dari sinilah kemudian timbul beberapa kampung yang akhirnya disatukan kembali pada bawah kekuasaan seseorang raja. Kemudian terdengar juga aneka macam nama menjelang lenyapnya Lamuri misalnya Darul Kamal, Meukuta Alam, Aceh Darussalam (Darud Dunia).

Sejarawan Husein Djajadiningrat mengemukakan pendapat tentang urutan raja Lamuri yg pernah berkuasa dari dua naskah hikayah. Pertama (122) Hikayat yg berisi mengenai raja Aceh (Lamuri) yg bernama Indra Syah (kemungkinan yg dimaksud adalah Maharaja Indra Sakti). Dalam hikayat tersebut juga menceritakan bahwa raja Indra Syah pernah berkunjung ke Cina. Cerita mengenai Indra Syah pada hikayat tadi berhenti sampai pada situ. Kemudian pada hikayat itu menceritakan Syah Muhammad & Syah Mahmud, 2 bersaudara putra dari raja.

Diceritakan juga tentang Syah Sulaiman mempunyai 2 orang anak yaitu raja Ibrahim dan Puteri Safiah. Sedangkan Syah Mahmud sehabis menikah menggunakan bidadari Maidani Cendara pula mempunyai 2 orang anak yaitu, raja Sulaiman dan Puteri Arkiah, lalu Sulaiman di nikahkan menggunakan sepupunya Safiah dan Ibrahim dinikahkan menggunakan sepupunya yang bernama Arkiah, pernikahan ini merupakan usulan dari kakek mereka yg bernama raja Munawar Syah.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam

Dikatakan raja Munawar Syah yang pernah memerintah di kerajaan Lamuri. Hikayat ini pula menceritakan mengenai lahirnya dua orang puteran yang bernama Musaffar Syah yang memerintah di Mekuta Alam dan Inayat Syah yg memerintah pada Darul Kamal. Namun kedua raja ini selalu berperang, pada peperangan tersebut raja Musaffar Syah mampu menundukkan Raja Munawar Syah.

Kemudian Raja Musaffar Syah menyatukan dinasti Meukuta Alam menggunakan dinasti Darul Kamal. Dan dikatakan pula bahwa Inayat Syah mempunyai seseorang putra bernama Firman Syah Paduka Almarhum, kemudian Firman Syah mempunyai seorang putra yaitu Said Al-Mukammil yg memiliki beberapa orang anak diantaranya Paduka Syah Alam Puteri Indra Bangsa bunda Sri Sultan perkasa Alam Johan Berdaulat (Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam ).

Dengan demikian dapat diketahui bahwa Said AI-Mukammil merupakan kakek sultan Iskandar Muda menurut garis keturunan mak . Selain itu Sultan Alaidin Al-Mukammil memiliki beberapa orang Putera, keliru satunya adalah sultan Muda Ali Riayat Syah (1604-1607 ), yg adalah paman berdasarkan Sultan Iskandar Muda.

Naskah kedua (124) yg dimaksud pada pembicaraan Husein Djajadiningrat mengenai hikayat raja-raja Lamuri ( Aceh ), menurut hikayat ini yang dibuat silsilah yg dimaulai menurut Sultan Johan Syah yg kemungkinan maksudnya adalah Meurah Johan atau Sultan Alauddin Johan Syah yang adalah Putera raja Lingge, Adi Genali. Dan lalu menikah dengan Puteri Blieng Indra Kusuma. Berbeda dengan hikayat yang pertama, hikayat ini menentukan hari, lepas & bulan tahunnya. Pada permulaan disebutkan bahwa Johan Syah memerintah dimulai dalam tahun Hijrah 601 atau lebih kurang tahun 1205 M, lamanya 30 tahun.

Sepeninggalan Johan Syah, ia digantikan oleh anaknya akan tetapi tidak  disebutkan namanya, setelah sultan kedua meninggal, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Ahmad Syah yang memerintah selama 34 tahun 2 bulan 10 hari, hingga mangkatnya pada tahun 885 Hijrah.

Setelah masa pemerintahan Ahmad Syah berakhir, kekuasaan diserahkan kepada anaknya yang bernama sultan Muhammad Syah yg memerintah selama 43 tahun. Pada masa itu sultan Muhammad Syah memerintahkan pemindahan kota dan pembangunan kota baru yang diberi nama Darud Dunia, sultan Muhammad Syah mangkat dalam tahun 708 Hijrah. Dilihat dari tahun meninggalnya Sultan Muhammad Syah, bisa pada simpulkan bahwa pembangunan Darud Dunia adalah lebih kurang tahun 700 Hijrah atau kira-kira tahun 1260 Masehi.

Sesudah sultan Muhammad Syah mangkat , maka tahta menjadi raja digantikan sang Mansur Syah yang memerintah selama 56 tahun 1 bulan 23 hari. Ia lalu digantikan oleh anaknya yang bernama raja Muhammad dalam tahun 811 Hijrah yg memerintah selama 59 tahun 4 bulan 12 hari dan mati dalam tahun 870 Hijrah. Raja Muhammad kemudian digantikan sang Husein Syah selama 31 tahun 4 bulan 2 hari buat kemudian digantikan sang anaknya yang bernama sultan Ali Riayat Syah yang memerintah selama 15 tahun dua bulan 3 hari, meninggal pada lepas 12 Rajab 917 Hijrah atau tahun 1511 Masehi.

Atas dasar hikayat-hikayat yang pada telitinya itu, Husein Djajadiningrat telah membuat urutan nama raja-raja Aceh (Lamuri). Yang memerintah sejak Johan Syah (1205 Masehi ) menjadi berikut;

  1. Sultan Johan Syah Hijrah 601-631
  2. Sultan Ahmad 631-662
  3. Sri Sultan Muhammad Syah, anak Sultan ke-2, berumur setahun ketika mulai naik tahta pergi dari Kandang dan membangun kota Darud Dunia Hijrah 665-708.
  4. Firman Syah, anak Sultan ke-3 708-755.
  5. Mansur Syah 755-811.
  6. Alauddin Johan Syah, anak sultan ke-S, Mulanya bernama Mahmud 811-870.
  7. Sultan Husin Syah 870-901.
  8. Riayat Syah ( Mughayat Syah -MS) 901-907.
  9. Salahuddin, digantikan oleh no.10 (adiknya) 917-946.
  10. lauddin ( AIkahar -MS) adik no.9. 946-975.

Dari data pada atas kita dapat mengetahui urutan raja-raja yang pernah berkuasa, namun dari ke 10 nama raja-raja di atas, tidak ditemukan nama-nama Sultan Musaffar Syah, & pula tidak ditemukan nama lnayat Syah dan Syamsu Syah. Padahal nama-nama itu dapat dibuktikan kebenarannya dari nukilan pada makam mereka yang dijumpai lalu.

Nama Musaffar Syah terdapat pada naskah yg tersebut lebih dulu, sementara nama Mahmud Syah menjadi pembangun kota Darud Dunia terdapat pada naskah yang tadi ke-dua. Suatu penemuan penting lain adalah makam berdasarkan sultan Musaffar Syah, makam tadi nir di Meukuta Alam, ditempat dimana beliau pernah memerintah, akan tetapi ditemukan di suatu kampung bernama Biluy, IX mukim, yang letaknya termasuk dalam wilayah Aceh Besar jua. Pada batu nisannya bertuliskan tahun meninggalnya yaitu 902 Hijrah atau 1497 Masehi.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam

Perlak yang terletak di Aceh Timur disebut sebagai kerajaan Islam pertama (tertua) di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara. Hal itu didasarkan pada satu dokumen tertua bernama kitab Idharul Haq Fi Mamlakatil Peureulak karangan Abu Ishak Al-Makarani Sulaiman Al-Pasy.

Namun demikian, kitab yang dijadikan sumber satu-satunya tersebut juga menyisakan keraguan. Sebagian sejarawan meragukan keabsahan dari kitab tersebut, apa lagi kitab yang diperlihatkan dalam sebuah seminar penetapan bahwa Perlak itu kerajaan Islam pertama di Nusantara tersebut bukan dalam bentuk asli dan sudah tidak utuh lagi, melainkan hanya Iembaran lepas.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Perlak
Kerajaan perlak
Kitab itu sendiri masih misteri, karena sampai sekarang belum ditemukan dalam bentuk aslinya sehingga ada yang mengatakan bahwa kitab Idharul Haq Fi Mamlakatil Peureulak hanya satu rekayasa sejarah untuk menguatkan pendapat bahwa berdasarkan kitab itu, Perlak adalah benar-benar kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara. Banyak peneliti sejarah yang secara kritis meragukan Perlak sebagai tempat pertama berdirinya kerajaan Islam besar di Aceh.

Baca juga:

  • Sejarah kerajaan Samudera Pasai
  • Kejayaan dan Keruntuhan samudera pasai

Hal itu juga diperkuat dengan belum ditemukannya artefak-artefak atau situs-situs tertua peninggalan sejarah sehingga para peneliti lebih cenderung menyimpulkan kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara adalah Kerajaan Islam Samudra Pasai yang terdapat di Aceh Utara. Banyak bukti yang meyakinkan, baik dalam bentuk teks maupun benda-benda arkeologis Iainnya, seperti mata uang dirham Pasai dan batu-batu nisan yang bertuliskan tahun wafatnya para Sultan Kerajaan Islam Samudra Pasai.

Keraguan para sejarawan tentang Kerajaan Perlak sebagai bekas kerajaan Islam pertama yang hanya mengambil dari sumber kitab Idharul Haq Fi MamlakatiI Peureulak perlu ditelaah lebih jauh lagi. Namun demikian, pembahasan tentang Kerajaan Perlak kali ini bukanlah perdebatan tentang status kutertuan Kerajaan Perlak di Nusantara, melainkan uraian tentang Kerajaan Perlak itu sendiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang bersejarah dan sebagai bukti bahwa Islam ketika itu sudah memiliki akar kuat untuk menancapkan pengaruh serta ajaran-ajarannya di Nusantara.

Perlak adalah sebuah kerajaan dengan masa pemerintahan cukup panjang. Kerajaan yang berdiri pada tahun 840 ini berakhir pada tahun 1292 karena bergabung dengan Kerajaan Samudra Pasai. Sejarah Kerajaan Perlak tidak terlepas dari kisah seorang Sayid Maulana Ali Al-Muktabar yang datang ke Perlak beserta orang-orang Arab dari Bani Hasyim atau keturunan Rasulullah saw lainnya yang datang ke Aceh dan wilayah Nusantara lainnya. Mereka datang ke Aceh dalam rangka melakukan perdagangan sekaligus menyiarkan agama Islam. Mereka kemudian berbaur dan menikah dengan penduduk setempat.

Seperti diketahui dalam sejarah Islam, setelah masa AI-Khulafaur Al Rasyidin berakhir, secara politik muncullah dua dinasti besar, yakni Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah. Berangkat dari perbedaan politik, pada waktu yang sama, muncul pula banyak aliran pemahaman dan pengamalan Islam, seperti aliran Sunni, Syiah, Khawarij dan Iain-lain.

Sementara itu, Dinasti Umayyah dan Abbasiyah sangat menentang aliran Syiah yang dipimpin oleh keturunan Ali bin Abi Thalib yang juga menantu Rasulullah saw. Oleh karena itu, tidak mengherankan aliran Syiah pada era dua dinasti ini tidak mendapatkan tempat yang aman. Karena jumlahnya minoritas, banyak penganut Syiah terpaksa harus menyingkir dari wilayah yang dikuasai oleh dua dinasti tersebut.

Pada masa Khalifah AI Makmun bin Harun AI Rasyid (167-219 H/813-833M), salah satu keturunan Ali bin Abi Thalib di Mekkah yang bernama Muhammad bin Ja’far Al Shadiq menentang pemerintahan yang berpusat di Baghdad. Muhammad bin Ja'far Al Shadiq adalah Imam Syiah ke 6 yang juga masih keturunan Rasulullah saw. Adapun silsilahnya sampai ke Rasulullah saw adalah sebagai berikut: Muhammad bin Ja'far AI Shadiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Muhammad Zain Al Abidin bin Husain Al Syahid bin Fatimah binti Muhammad saw.

Khalifah Al Makmun akhirnya mengirim pasukan ke Mekkah untuk meredakan pemberontakan kaum Syiah yang di pimpin oleh Muhammad bin Ja’far Al Shadiq tersebut. Kaum pemberontak dapat ditumpas, namun Muhamad bin Ja’far Al Shadiq dan para penganutnya tidak dibunuh, tetapi disarankan oleh Khalifah Al Makmun untuk berhijrah dan menyebarkan Islam ke Hindi, Asia Tenggara, dan daerah sekitarnya. Sebagai tindak lanjut, maka berangkatlah satu kapal yang memuat rombongan angkatan dakwah yang kemudian hari dikenal di Aceh dengan sebutan "Nakhoda Khalifah” yang mempunyai misi menyebarkan Islam.

Salah satu anggota dari Nakhoda Khalifah itu adalah Sayid Ali Al Muktabar bin Muhammad Diba'i bin Imam Ja’far Al Shadiq. Menurut kitab ldharul Haq Fi Mamlakatil Peureulak, pada tahun 173 H (800 M), Bandar Perlak disinggahi oleh kapal yang membawa kurang lebih 100 orang dai yang terdiri atas orang Arab dari suku Quraisy, Palestina, Persia, dan India di bawah pimpinan Nakhoda Khalifah.

Mereka datang untuk berdagang sekaligus sambil berdakwah. Setiap orang mempunyai keterampilan khusus baik di bidang pertanian, kesehatan, pemerintahan, strategi, taktik perang, maupun keahlian ke ahlian Iainnya.

Ketika sampai di Perlak, rombongan Nakhoda Khalifah disambut dengan damai oleh penduduk dan penguasa Perlak yang berkuasa saat itu, yakni Meurah Syahir Nuwi. Dengan cara dakwah yang sangat menarik, akhirnya Meurah Syahir Nuwi memeluk agama Islam sehingga menjadi penguasa pertama yang menganut Islam di Perlak. Di sisi Iain, sambil berdakwah, mereka juga menularkan keahlian itu kepada penduduk lokal secara perlahan lahan untuk diterapkan dalam kehidupan mereka.

Baca juga:

  • Sejarah serangan umat islam dalam usaha menaklukkan Konstantinopel
  • Sejarah serangan kedua umat islam dalam menaklukkan Konstantinopel

peninggalan kerajaan perlak

Kegiatan-kegiatan ini rupanya menarik penduduk lokal sehingga seiring berjalannya waktu, mereka tertarik masuk Islam secara suka rela. Dari sebagian anggota rombongan tersebut menikah dengan penduduk lokal, termasuk Sayid Ali Al-Muktabar yang menikah dengan adik Syahir Nuwi yang bernama Putri Tansyir Dewi. Pernikahan Sayid Ali AI-Muktabar ini dianugerahi seorang putra bernama Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Sayid Maulana Abdul Aziz Syah ini ketika dewasa dinobatkan menjadi sultan pertama Kerajaan Islam Perlak, bertepatan pada tanggal 1 Muharram 225 H.

Dengan berdirinya Kerajaan Islam Perlak, semakin banyak orang Arab yang datang untuk berdagang, baik dari kalangan Syiah maupun Sunni. Mereka tidak hanya berdagang, tetapi juga menyebarkan ajaran Islam yang mereka yakini. Kalangan Sunni memengaruhi elite lokal yang juga masih kerabat istana Perlak.

Sementara itu, kedua aliran ini (Syiah dan Sunni) terus menyebarkan pengaruhnya hingga sampai pada perebutan kekuasaan dan perlawanan terbuka yang terjadi pada masa sultan Perlak keempat, yakni Sultan Sayid Maulana Ali Mughayat Syah (915-918 M). Perebutan akhirnya dimenangkan pihak Sunni sekaligus menandai keruntuhan Dinasti Sayid atau Aziziyah dan Iahirnya Dinasti Makhdum. Dengan demikian, sultan kelima Perlak sekaligus sultan pertama dari kalangan Sunni adalah Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Syah Johan Berdaulat (918-922 M).

Untuk stabilitas Perlak, golongan Syiah diangkat menjadi perdana menteri. Wakil Syiah Maulana Abdullah pun diangkat menjadi perdana menteri oleh sultan Perlak keenam, yakni Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat (922-946 M). Sultan Muhammad Amin Syah sendiri adalah seorang ulama besar sekaligus pengasuh pondok pesantren Cot Kala. Namun demikian, ternyata pengangkatan Maulana Abdullah sebagai perdana menteri belum mampu meredam perlawanan kaum Syiah sampai akhirnya terjadi perang saudara pada masa sultan ketujuh, yakni pada masa kekuasaan Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah Johan Berdaulat (946-973 M).

Perang ini berlangsung sampai empat tahun dan baru berakhir setelah dibuat perjanjian damai yang dikenal dengan Perjanjian Alue Meuh pada tanggal 10 Muharram 353 H. Perjanjian tersebut mengatur pembagian Perlak menjadi dua: Perlak Baroh (berpusat di Bandar Khalifah) dengan wilayah di pesisir pantai diserahkan kepada Dinasti Aziziyah dan Perlak Tunong dengan wilayah di pedalaman diserahkan kepada Dinasti Makhdum. Sejak saat itu, tercapailah perdamaian antara kedua aliran tersebut dan Islam semakin menyebar di Sumatra bagian utara.

Namun demikian, Islam Syiah tidak berkembang karena Perlak Baroh dihancurkan Sriwijaya dalam suatu serangan tahun 986. Pada saat itu, Perlak Baroh dipimpin Sultan Sayid Maulana Mahmud Syah (976-988). Sultan Sayid Maulana Mahmud Syah juga meninggal dalam usaha mempertahankan kerajaannya. Kerajaan Perlak Tunong yang dikuasai kaum Sunni selamat karena Sriwijaya terpaksa harus menarik mundur pasukannya dari Perlak karena mendapat ancaman dari Dharma Bangsa dan Jawa.

Islam Sunni terus berkembang bahkan pada zaman Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat (1012-1059 M) menyatukan kedua wilayah Perlak tersebut dalam satu bendera Perlak. Bahkan gerakan Sunni berhasil mengislamkan Raja Lingga, Adi Genali, melalui utusannya yang bernama Syekh Sirajuddin.

Sejak berdiri sampai bergabungnya Perlak dengan kerajaan Samudra Pasai, terdapat 19 orang raja yang memerintah. Raja yang pertama ialah Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah (225-249 H/840-964 M). Sultan bernama asli Saiyid Abdul Aziz tersebut pada tanggal 1 Muhharam 225 H dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Perlak. Setelah pengangkatan ini, Bandar Perlak diubah menjadi Bandar Khalifah. Sementara itu, kerajaan ini mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M). Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat, terutama dalam bidang pendidikan Islam dan perluasan dakwah Islam.

Sultan mengawinkan dua putrinya: Putri Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan Sultan Malik Al-Saleh dari Samudra Pasai serta Putri Ratna Kumala dengan Raja Tumasik (Singapura sekarang). Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat kemudian digantikan oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (662-692 H/1263-1292 M). Inilah sultan terakhir Perlak. Setelah wafat, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai dengan raja Muhammad Malik Al-Dhahir, putra Sultan Malik Al-Saleh dengan Putri Ganggang Sari.

Para Sultan Perlak dapat dikelompokkan menjadi dua dinasti, yaitu Dinasti Sayid Maulana Abdul Azis Syah dan Dinasti Johan Berdaulat. Di bawah ini merupakan nama-nama sultan yang memerintah Kerajaan Perlak:

  1. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Azis Syah (840-864) berpaham sunni.
  2. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Rahim Syah (864-888) berpaham sunni.
  3. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah (888-913) berpaham sunni.
  4. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Ali Mughat Syah (915-918) berpaham syiah.
  5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir (928-932) berpaham syiah.
  6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin (932-956) berpaham syiah.
  7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik (956-983) berpaham syiah.
  8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim (986-1023) berpaham sunni.
  9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud (1023-1059) berpaham sunni.
  10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur (1059-1078) berpaham sunni.
  11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah (1078-1109) berpaham sunni
  12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad (1109-1135) berpaham sunni
  13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud (1135-1160) berpaham sunni.
  14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad (1173-1200) berpaham sunni.
  15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Jalil (1200-1230) berpaham sunni.
  16. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad (1173-1200) berpaham sunni.
  17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Jalil (1200-1230) berpaham sunni.

Itulah sejarah berdirinya kerjaan Perlak semoga tulisan ini bermanfaat. Dan menjadi sumber referensi terpercaya buat pembaca. Terima kasih

Sejarah Berdirinya Kerajaan Perlak

Kerajaan Aceh Darussalam berkuasa mulai akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-20 M. Dalam rentang masa empat abad tersebut, sudah berkuasa 35 orang sultan dan sultanah. Sebelum membahas lebih jauh tentang kerajaan ini, terdapat baiknya kita mengenal syarat geografis dan topografis daerahnya (Aceh atau Banda Aceh) terlebih dahulu.

Aceh adalah salah satu Provinsi Indonesia yang terletak pada ujung Barat Laut pulau Sumatera & diapit sang dua bahari yaitu Lautan Indonesia & Selat Malaka. Setelah 89 tahun nama Kuta raja dijadikan sebagai ibukota Kerajaan Aceh Darussalam menggantikan nama Banda Aceh Darussalam, maka pada tahun 1963 Banda Aceh pulang dihidupkan berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43. Sejak lepas tersebut nama Banda Aceh kembali resmi menjadi ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Masa Kejayaan dan Faktor Runtuhnya Kerajaan Aceh Darussalam
Kerjaan Aceh darussalam

Selain lantaran banyaknya versi dan asal-asal yang berbicara mengenai riwayat Aceh masih sebatas mitos atau cerita warga , berasal-usul Aceh masih belum terkuak dengan jelas. Seperti yang dituturkan sang Lombard, sumber sejarah tentang berasal-usul Aceh yg berupa cerita-cerita turun-temurun tadi sukar diperiksa kebenarannya. Mitos tentang orang Aceh, tulis Lombard, misalnya misalnya yg dikisahkan sang seseorang pengelana Barat yg sempat singgah pada Aceh. John Davis, nama musafir itu, mencatat bahwa orang Aceh menduga diri mereka keturunan menurut imael dan Hagar (Nabi Ismail & Siti Hajar).

Tiga abad kemudian, Snouck Hugronje mengungkapkan bahwa beliau pernah mendengar cerita mengenai seorang ulama sekaligus hulubalang bernama Teungku Kuta karang, yang menduga orang Aceh lahir menurut percampuran orang Arab, Persi, dan Turki. Menurut analisis Lombard, hegemoni semacam ini sengaja diciptakan sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajah Eropa.

Dalam buku berjudul ?Kerajaan-kerajaan Islam pada Aceh? (2006) karya Rusdi Sufi & Agus Budi Wibowo, dikemukakan bahwa yang diklaim Aceh merupakan daerah yang sempat dinamakan sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (sebelumnya bernama Provinsi Daerah Aceh). Namun dalam waktu Aceh masih sebagai sebuah kerajaan/kesultanan, yang dimaksud dengan Aceh merupakan yg kini dikenal menggunakan Kabupaten Aceh Besar atau pada bahasa Aceh disebut Aceh Rayeuk atau dianggap jua dengan ?Aceh Lhee Sagoe? (Aceh Tiga Sagi). Selain itu, terdapat juga yang menyebutnya Aceh lnti (Aceh Proper) atau "Aceh yang sebenarnya? Lantaran daerah itulah yg pada mulanya sebagai inti Kesultanan Aceh Darussalam sekaligus letak ibukotanya.

Nama Aceh acapkali juga dipakai oleh orang-orang Aceh buat menyebut ibukota kerajaannya yang bernama Bandar Aceh Darussalam. Terkait berasal usul nama Aceh sendiri belum ada kepastian yg mengungkapkan dari mana & kapan nama Aceh mulai dipakai. Orang-orang asing yang pernah datang ke Aceh menyebutnya menggunakan nama yg berbeda-beda. Orang-orang Portugis dan Italia menyebutnya menggunakan nama Achem, Achen, dan Aceh, orang Arab menyebut Asyi. ?Dachem?, Dagin, dan Dacin sementara orang Cina menyebutnya dengan nama Atje dan Tashi.

Dalam karya Rusdi Sufi & Agus Budi Wibowo yang lain (Ragam Sejarah Aceh, 2004: 1-dua), disebutkan bahwa selain buat penyebutan nama loka, Aceh pula merupakan nama dari salah satu suku bangsa atau etnis penduduk asli yg mendiami Bumi Aceh. Terdapat cukup poly etnis yg bermukim pada wilayah Aceh, yakni etnis Aceh, Gayo, Alas, Tamiang, Aneuk, Jamee, Kluet, Simeulue, dan Singkil. Suku-suku bangsa yang mendiami daerah Aceh, termasuk suku bangsa Aceh itu telah eksis sejak Aceh masih sebagai kerajaan/kesultanan.

Aceh adalah wilayah yang besar dan dulunya dihuni oleh beberapa pemerintahan besar pula. Selain Kesultanan Aceh Darussalam dan Samudera Pasai, dulu di tanah Rencong ini juga pernah berdiri Kerajaan Islam Lamuri, bahkan cikal bakal kerajaan Aceh tidak terlepas dari kerajaan  Lamuri. Salah seorang sultan yang terkenal dari Kerajaan Islam Lamuri adalah Sultan Munawwar Syah. Sultan inilah yang kemudian dianggap sebagai moyangnya Sultan Aceh Darussalam yang terhebat, yakni Sultan Iskandar Muda. Pada akhir abad ke-15, dengan terjalinnya hubungan baik dengan kerajaan tetangganya, maka pusat singgasana Kerajaan Lamuri dipindahkan ke Mahkota Alam, yang dalam perkembangannya menjadi Kesultanan Aceh Darussalam.

Kerajaan Lamuri pula dikenal menggunakan poly nama, antara lain merupakan menjadi berikut:

  1. Indra Purba
  2. Poli
  3. Lamuri (seperti yang disebutkan oleh Marcopolo)
  4. Ramini/ Ramni atau Rami (seperti yang disebutkan oleh pedagang atau ulama Arab yaitu Abu Zayd Hasan, Sulaiman ataupun lbnu Batutah).
  5. Lan-li, Lan-wuli dan Nanpoli (seperti yang disebut oleh orang Tionghoa).

Berita mengenai kerajaan Lamuri ini diperoleh dari prasasti yg pada tulis pada masa raja Rajendra Cola I pada tahun 1030 pada Tanjore (India Selatan). Serangan yg dilakukan oleh Rajendra Cola I mengakibatkan beberapa kerajaan di Sumatera dan semenanjung Melayu sebagai lemah, termasuk pada dalamnya merupakan Ilmauridacam (Lamuri). Penyerangan terhadap Lamuri pada ujung pulau Sumatera dilakukan karena kerajaan Lamuri adalah bagian berdasarkan kerajaan Sriwijaya yang sebelumnya juga pernah menerima agresi menurut kerajaan Cola dalam tahun 1017 M. Dari sini bisa disimpulkan bahwa kerajaan Lamuri diperkirakan telah mulai berdiri pada abad ke IX dan telah memiliki angkatan perang yang bertenaga & hebat.

Peristiwa penyerangan Cola terhadap kerajaan Lamuri yang berlangsung selama lebih kurang 3 abad dan lalu dilanjutkan menggunakan agresi oleh Majapahit & Cheng Ho, akhirnya membuat Lamuri menjadi semakin lemah. Dari sinilah kemudian timbul beberapa kampung yang akhirnya disatukan kembali pada bawah kekuasaan seseorang raja. Kemudian terdengar jua banyak sekali nama menjelang lenyapnya Lamuri misalnya Darul Kamal, Meukuta Alam, Aceh Darussalam (Darud Dunia).

Sejarawan Husein Djajadiningrat mengemukakan pendapat mengenai urutan raja Lamuri yg pernah berkuasa menurut dua naskah hikayah. Pertama (122) Hikayat yg berisi tentang raja Aceh (Lamuri) yang bernama Indra Syah (kemungkinan yang dimaksud adalah Maharaja Indra Sakti). Dalam hikayat tersebut pula menceritakan bahwa raja Indra Syah pernah berkunjung ke Cina. Cerita mengenai Indra Syah dalam hikayat tersebut berhenti sampai di situ. Lalu dalam hikayat itu menceritakan Syah Muhammad & Syah Mahmud, dua bersaudara putra berdasarkan raja.

Diceritakan jua tentang Syah Sulaiman mempunyai dua orang anak yaitu raja Ibrahim & Puteri Safiah. Sedangkan Syah Mahmud sesudah menikah dengan bidadari Maidani Cendara jua memiliki 2 orang anak yaitu, raja Sulaiman dan Puteri Arkiah, lalu Sulaiman di nikahkan menggunakan sepupunya Safiah & Ibrahim dinikahkan menggunakan sepupunya yang bernama Arkiah, pernikahan ini merupakan usulan berdasarkan kakek mereka yg bernama raja Munawar Syah.

Dikatakan raja Munawar Syah yg pernah memerintah pada kerajaan Lamuri. Hikayat ini jua menceritakan mengenai lahirnya dua orang puteran yg bernama Musaffar Syah yg memerintah pada Mekuta Alam & Inayat Syah yg memerintah pada Darul Kamal. Namun ke 2 raja ini selalu berperang, dalam peperangan tersebut raja Musaffar Syah bisa menundukkan Raja Munawar Syah. Kemudian Raja Musaffar Syah menyatukan dinasti Meukuta Alam dengan dinasti Darul Kamal.

Dan dikatakan pula bahwa Inayat Syah mempunyai seseorang putra bernama Firman Syah Paduka Almarhum, lalu Firman Syah mempunyai seseorang putra yaitu Said Al-Mukammil yg mempunyai beberapa orang anak diantaranya Paduka Syah Alam Puteri Indra Bangsa ibu Sri Sultan perkasa Alam Johan Berdaulat (Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam). Dengan demikian bisa diketahui bahwa Said Al-Mukammil merupakan kakek sultan Iskandar Muda menurut garis keturunan bunda. Selain itu Sultan Alaidin Al-Mukammil memiliki beberapa orang Putera, galat satunya adalah sultan Muda Ali Riayat Syah (1604-1607 ), yg adalah paman dari Sultan Iskandar Muda.

Naskah ke 2 (124) yang dimaksud dalam pembicaraan Husein Djajadiningrat tentang hikayat raja-raja Lamuri ( Aceh ), berdasarkan hikayat ini yg dibentuk silsilah yg dimaulai menurut Sultan Johan Syah yang kemungkinan maksudnya merupakan Meurah Johan atau Sultan Alauddin Johan Syah yang merupakan Putera raja Lingge, Adi Genali. Dan kemudian menikah menggunakan Puteri Blieng Indra Kusuma. Berbeda dengan hikayat yang pertama, hikayat ini memilih hari, tanggal dan bulan tahunnya. Pada permulaan disebutkan bahwa Johan Syah memerintah dimulai pada tahun Hijrah 601 atau sekitar tahun 1205 M, lamanya 30 tahun.

Sepeninggalan Johan Syah, ia digantikan oleh anaknya akan tetapi tidak  disebutkan namanya, setelah sultan kedua meninggal, ia digantikan oleh anaknya yang bernama Ahmad Syah yang memerintah selama 34 tahun 2 bulan 10 hari, hingga mangkatnya pada tahun 885 Hijrah. Setelah

masa pemerintahan Ahmad Syah berakhir, kekuasaan diserahkan kepada anaknya yg bernama sultan Muhammad Syah yg memerintah selama 43 tahun. Pada masa itu sultan Muhammad Syah memerintahkan pemindahan kota dan pembangunan kota baru yg diberi nama Darud Dunia, sultan Muhammad Syah mangkat dalam tahun 708 Hijrah. Dilihat berdasarkan tahun meninggalnya Sultan Muhammad Syah, dapat pada simpulkan bahwa pembangunan Darud Dunia merupakan sekitar tahun 700 Hijrah atau kira-kira tahun 1260 Masehi.

Sesudah sultan Muhammad Syah mangkat , maka tahta sebagai raja digantikan sang Mansur Syah yg memerintah selama 56 tahun 1 bulan 23 hari. Ia kemudian digantikan sang anaknya yang bernama raja Muhammad pada tahun 811 Hijrah yg memerintah selama 59 tahun 4 bulan 12 hari & tewas dalam tahun 870 Hijrah. Raja Muhammad lalu digantikan oleh Husein Syah selama 31 tahun 4 bulan 2 hari untuk kemudian digantikan sang anaknya yang bernama sultan Ali Riayat Syah yang memerintah selama 15 tahun 2 bulan 3 hari, mati pada tanggal 12 Rajab 917 Hijrah atau tahun 1511 Masehi.

Atas dasar hikayat-hikayat yang pada telitinya itu, Husein Djajadiningrat telah menciptakan urutan nama raja-raja Aceh (Lamuri). Yang memerintah sejak Johan Syah (1205 Masehi ) menjadi berikut;

  1. Sultan Johan Syah Hijrah 601-631
  2. Sultan Ahmad 631-662
  3. Sri Sultan Muhammad Syah, anak Sultan ke-2, berumur setahun ketika mulai naik tahta pergi dari Kandang dan membangun kota Darud Dunia Hijrah 665-708.
  4. Firman Syah, anak Sultan ke-3 708-755
  5. Mansur Syah 755-811.
  6. Alauddin Johan Syah, anak sultan ke-5, Mulanya bernama Mahmud 811-870
  7. Sultan Husin Syah 870-901
  8. Riayat Syah ( Mughayat Syah -MS) 901-907
  9. Salahuddin, digantikan oleh no.10 (adiknya) 917-946.
  10. Alauddin ( Alkahar -MS) adik no.9, 946-975.

Dari data pada atas kita dapat mengetahui urutan raja-raja yang pernah berkuasa, namun berdasarkan ke 10 nama raja-raja pada atas, nir ditemukan nama-nama Sultan Musaffar Syah, & jua tidak ditemukan nama lnayat Syah & Syamsu Syah. Padahal nama-nama itu dapat dibuktikan kebenarannya dari nukilan pada makam mereka yg dijumpai lalu.

Nama Musaffar Syah masih ada pada naskah yg tadi Iebih dulu, sementara nama Mahmud Syah sebagai pembangun kota Darud Dunia masih ada pada naskah yg tadi ke-2. Suatu penemuan krusial Iain merupakan makam dari sultan Musaffar Syah, makam tadi nir pada Meukuta Alam, ditempat dimana dia pernah memerintah, akan tetapi ditemukan di suatu kampung bernama Biluy, IX mukim, yg letaknya termasuk dalam wilayah Aceh Besar jua. Pada batu nisannya bertuliskan tahun meninggalnya yaitu 902 Hijrah atau 1497 Masehi.

Keruntuhan kerajaan Aceh

Kemunduran kerajaan Aceh diawali masa ketika sepeninggal Sultan Iskandar Muda pada tahun 1636, sepeninggal Sultan Iskandar Muda tampuk kekuasaan digantikan oleh menantunya, yaitu Sultan Iskandar Tsani yg lalu memerintah selama lima tahun dalam kurun 1636-1641. Sultan Iskandar Tsani memiliki sikap yg tidak selaras menggunakan Sultan Iskandar Muda dalam menanggapi kaum Kolonialis atau bangsa asing. Sultan Iskandar Tsani bersikap sangat terbuka dan kompromistis terhadap kaum Kolonialis atau bangsa asing, baik terhadap Belanda, lnggris ataupun Portugis.

Masa Kejayaan dan Faktor Runtuhnya Kerajaan Aceh Darussalam
?Sultan iskandar muda

Semenjak Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Tsani, tanda-indikasi kemunduran mulai tampak. Hal ini tak tanggal menurut adanya dampak campur tangan bangsa asing yang menerima kesempatan berdasarkan sultan secara longgar dalam urusan perdagangan dan politik menggunakan pemerintahan Aceh.

Kemunduran Aceh ini semakin terlihat setelah Sultan Iskandar Tsani wafat yang lalu digantikan istrinya yaitu Sultanah Tajul Alam Syafituddin Syah, yang memerintah pada tahun 1641-1675. Dalam pemerintahan yg cukup lama selama sekitar 34 tahun kekuasaan Aceh menjadi sangat lemah dimata daerah bawahannya. Wilayah Aceh yg meliputi wilayah-daerah tidak dapat lagi dikuasai oleh Sultanah sehingga Nampak seolah-olah nir terdapat lagi kekuatan buat mempertahankannya. Hingga pada akhirnya poly daerah bawahan yang melepaskan diri dari kekuasaan Aceh.

Masalah yg lain pun mulai bermunculan. Seperti halnya dalam kasus ekonomi yg semakin terpuruk akibat ulah pedagang-pedagang asing yg semakin berkuasa dan telah mulai menerapkan politik adu dombanya. Sementara situasi dalam negeri sudah nampak tidak sehat karena para kapitalis semakin meraja lela dalam dominasi pada bidang materi tanpa ambil peduli suasana perekonomian kerajaan yg sedang dilanda resesi berat.

Terpaksa Sultanah merogoh tindakan menjalin kolaborasi dengan Belanda. Langkah ini dilakukan semata-mata untuk mempertahankan Aceh berdasarkan gilasan & serbuan kaum Kolonialis Portugis sebagaimana yg terjadi pada Malaka. Tanpa diperhitungkan terlebih dahulu bahwa niat buat memonopoli telah bersarang pada hati Belanda semenjak mereka menginjakkan kakinya dibumi Nusantara ini, maka sikap Sultanah tadi dijadikan suatu momentum untuk lebih menancapkan cengkeraman kuku imperialisme Belanda yang dimulai di Aceh. Hal ini terbukti menggunakan aneka macam fasilitas dan kesempatan yang diberikan secara leluasa pada mereka. Maka akhirnya Belanda mendirikan tempat kerja dagang mereka pada Padang dan Salida.

Walaupun tindakan Belanda itu akhirnya diperingatkan oleh Sultanah, tetapi rupanya mereka telah nir menghiraukan peringatan tersebut. Sultanah Tajul Alam Syaflatuddin Syah wafat tahun 1675 dan digantikan sang sultan perempuan Nurul Alam Nakiatuddin (tak kentara berasal usulnya) yg memerintah mulai tahun 1675-1678. Kehadirannya Sultanah belum bisa mengentaskan kerajaan Aceh dari banyak sekali kemelut & permasalahan internal juga eksternal yg terdapat. Begitu pula ketika digantikan sang puterinya Raja Sertia, Aceh permanen dirundung kemelut yg berkepanjangan. Baru selesainya ulama-ulama & tokoh masyarakat Aceh melancarkan perlawanan terhadap kompeni dalam tahun 1873-1904, misalnya Habib Abdurrahman, Teuku Umar dan istrinya, Cik Di Tiro. Panglima Polim & lain-lain, kerajaan Aceh mulai naik lagi kharismanya.

Dari pertarungan yang terjadi sesudah kematian berdasarkan Sultan Iskandar Muda bisa disimpulkan bahwa terdapat dua faktor penting yg menyebabkan kemunduran kerajaan Aceh Darussalam: ke 2 faktor tadi merupakan faktor internal & faktor eksternal. Faktor internal, yg pertama diakibatkan sang lemahnya sultan-sultan pengganti Sultan Iskandar Muda dalam mengendalikan jalannya pemerintahan, yang berimbas lepasnya wilayah-wilayah yang berada di bawah impak Aceh dan berusaha berdiri sendiri sehingga lebih memudahkan pihak luar buat memecah belah persatuan. Kedua, banyaknya kaum kapitalis dalam negeri yg nir pedulikan lagi kesulitan-kesulitan yg dialami oleh kerajaan terutama pada bidang ekonomi dampak dan sistem perekonomian yang diterapkan kaum kolonial. Kenyataan ini lalu menyeret Aceh mengambil perilaku kompromi dengan Kompeni.

Faktor eksternal, adanya campur tangan menurut pihak Asing, baik secara pribadi atau tidak eksklusif. Hal ini berawal berdasarkan kegagalan kerajaan Aceh menyerang Portugis yg berkedudukan pada Malaka dalam masa akhir pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Sebagai akibatnya para penerus Sultan Iskandar Muda terpaksa memberi kelonggaran kepada Belanda buat berdagang pada wilayah Aceh karena sudah membantunya dalam penjelasan Malaka. Campur tangan ini akhirnya berlanjut terus menerus tanpa mampu ditolaknya sang pewaris-pewaris tahta berikutnya.

Masa Kejayaan dan Faktor Runtuhnya Kerajaan Aceh Darussalam

Pada masa kejayaannya, kerajaan Samudera Pasai merupakan sentra perniagaan krusial di tempat Nusantara. Samudera Pasai memiliki banyak bandar yang dikunjungi oleh para saudagar menurut aneka macam negeri seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Alasan mengapa Kesultanan Samudera Pasai tergabung & ikut andil pada jaringan perdagangan antar bangsa adalah Ietaknya yg berada pada kawasan Selat Malaka yang menjadi jalur perdagangan internasional.

Jarak pelayaran yang begitu jauh antara Arab dan Cina berakibat Kerajaan Samudera Pasai sebagai tempat singgah para pedagang, terlebih lantaran pelayaran mengharuskan para pedagang menunggu angin isu terkini yang cocok untuk berlayar meneruskan bepergian.

Dalam kurun abad ke-13 hingga awal abad ke-16, Pasai adalah wilayah pembuat rempah-rempah terkemuka pada dunia, dengan lada sebagai keliru satu komoditas andalannya. Setiap tahunnya, Pasai bisa mengekspor lada dengan produksi yg cukup besar . Tak hanya itu, Pasai pula sebagai produsen komoditas lainnya misalnya sutra, kapur barus, & emas. Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yg dianggap dirham dan kemudian digunakan secara resmi di kerajaan tersebut.

Di samping menjadi pusat perdagangan, Samudera Pasai juga adalah pusat perkembangan agama Islam. Komposisi warga pada Kerajaan Pasai sendiri terbagi pada beberapa lapis, mencakup Sultan,

golongan abdi kerajaan, alim ulama, para pedagang dan hamba sahaya. Pada lapisan abdi kerajaan terbagi Iagi sebagai perdana menteri, menteri, tentara, pegawai dan pesuruh. Kendati orang Arab yg tinggal di Pasai nir sebesar orang menurut India, akan tetapi orang Arab menaruh dampak yg sangat kuat ke pada sistem kerajaan, bahkan pada memilih kebijakan sang raja.

Semasa Sultan Malik Al-Saleh menjabat menjadi penguasa pertama kerajaan Pasai, terdapat orang-orang akbar di negeri itu, di antaranya adalah Tun Sri Kaya & Tun Baba Kaya. Kedua orang akbar ini jua ikut berperan dalam mengontrol jalannya pemerintahan dengan gelar Sayid Ali Ghitauddin & Sayid Asmayuddin.

Peninggalan samudera pasai

Kemajuan Kerajaan Samudera Pasai bisa dilihat menurut adanya aktivitas perdagangan yang semakin maju dan ramai ditambah menggunakan telah mengenal penggunaan koin emas menjadi indera pembayaran, Ibnu Batutah mengisahkan, sesudah berlayar selama 25 hari berdasarkan Barhnakar (sekarang masuk wilayah Myanmar), beliau mendarat pada sebuah tempat yg sangat fertile. Ibnu Batutah tidak mampu menutupi rasa kagumnya begitu berkeliling kota pusat Kerajaan Pasai. Ia begitu takjub melihat sebuah kota besar yang sangat cantik menggunakan dilingkupi dinding yang megah.

Ibnu Batutah pula mencatat bahwa ia wajib berjalan lebih kurang empat mil dengan mengendarai kuda berdasarkan pelabuhan yg dianggap Sahra buat hingga ke pusat kota. Pusat pemerintahan kota itu relatif akbar dan indah serta dilengkapi menggunakan menara-menara yang terbuat berdasarkan kayu-kayu yang kokoh. Di pusat kota ini, tulis Ibnu Batutah, masih ada loka tinggal para penguasa & bangsawan kerajaan. Bangunan yg terpenting merupakan Istana Sultan & masjid.

Masih menurut catatan Ibnu Battutah, di bawah kepemimpinan Muhammad Malikul Zahir, Pasai sebagai kerajaan yang begitu indah, bukan hanya saja karena keindahan & kesuburan alamnya tetapi jua karena memiliki raja yang sangat rendah hati, menyayangi rakyatnya, dan begitu mencintai ilmu pengetahuan.

Seperti yang telah disinggung diawali, Ibnu Batutah sempat memasukkan nama Sultan Muhammad Malikul Zahir menjadi salah satu menurut tujuh raja pada global yang memiliki kelebihan luar biasa. Ketujuh raja yang memiliki kemampuan luar biasa itu dari Ibnu Batutah merupakan: Sultan Muhammad Malikul Zahir (Raja Melayu) yg dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam, Raja Romawi yg sangat pemaaf, Raja Iraq yg berbudi bahasa, Raja Hindustani yang sangat ramah, Raja Yaman yg berakhlak mulia, Raja Turki yg gagah perkasa, & Raja Turkistan yg bijaksana.

Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai mulai mendapat ancaman dari Kerajaan Majapahit pada saat Gadjah Mada diangkat sebagai patih pada Kahuripan pada periode 1319-1321 M oleh Raja Majapahit yang kala itu dijabat sang Jayanegara dan kemudian naik pangkat menjadi Mahapatih pada 1331 saat Majapahit dipimpin sang Ratu Tribuana Tunggadewi. Pada waktu peresmian Gadjah Mada menjadi Mahapatih pada kerajaan Majapahit inilah keluar ucapannya janjinya yg dikenal dengan Sumpah Palapa, yaitu bahwa "Gadjah Mada nir akan menikmati butir palapa sebelum seluruh Nusantara berada pada bawah kekuasaan Kerajaan Majapahitdanquot;.

Mahapatih Gadjah Mada rupanya sedikit terusik mendengar kabar mengenai kebesaran Kerajaan Samudera Pasai. Majapahit risi akan pesatnya kemajuan Kerajaan Samudera Pasai yg memiliki jalur perdagangan strategis pada selat Malaka. Karenanya, kemudian Gadjah Mada mulai mempersiapkan planning buat menyerang kerajaan Islam di pulau Sumatera tadi. Desas-desus mengenai akan adanya agresi tentara Majapahit, yang menganut agama Hindu Syiwa, terhadap kerajaan Islam Samudera Pasai santer terdengar di kalangan rakyat pada Aceh.

Armada perang Kerajaan Majapahit di bawah komando Mahapatih Gadjah Mada memulai aksinya pada 1350 menggunakan beberapa tahapan. Serangan pertama Majapahit diarahkan ke perbatasan Perlak akan tetapi mengalami kegagalan karena lokasi itu dikawal ketat oleh tentara Kesultanan Samudera Pasai. Gadjah Mada lalu mundur ke laut & mencari tempat lapang pada pantai timur yang nir terjaga. Di Sungai Gajah, Gadjah Mada mendaratkan pasukannya & mendirikan benteng pada atas bukit, yang hingga kini dikenal menggunakan nama Bukit Meutan atau Bukit Gadjah Mada.

Gadjah Mada lalu menjalankan siasat serangan dua jurusan, yaitu dari jurusan laut & jurusan darat. Serangan lewat laut dilancarkan ke daerah pesisir di Lhokseumawe & Jambu Air, sedangkan penyerbuan jalan darat dilakukan lewat Paya Gajah yang terletak di antara daerah Perlak & Pedawa. Serangan dari darat tersebut ternyata tidak misalnya yang telah direncanakan dan mengalami kegagalan karena dihadang sang tentara Kesultanan Samudera Pasai. Sementara agresi yg dilakukan lewat jalur bahari justru mampu mencapai istana.

Penyerangan kerajaan Majapahit atas Samudera Pasai dilatari belakangi sang faktor politis sekaligus kepentingan ekonomi. Kemajuan perdagangan menggunakan ramainya bandar-bandar yang berada pada wilayah kerajaan & kemakmuran rakyat Kerajaan Samudera Pasai menciptakan Mahapatih

Gadjah Mada berkeinginan buat merebutnya. Meskipun perluasan kerajaan Majapahit pada rangka menguasai daerah Samudera Pasai sudah dilakukan berulang kali namun Kesultanan Samudera Pasai masih bisa bertahan, hingga akhirnya perlahan-lahan perlawanan yang diberikan oleh kerajaan Samudera Pasai mulai surut seiring semakin menguatnya impak Majapahit di Selat Malaka.

Runtuhnya kekuatan Kerajaan Pasai sangat berkaitan dengan perkembangan yang terjadi di luar kerajaan Pasai itu sendiri. Munculnya sentra politik dan perdagangan baru pada Malaka dalam abad ke-15 merupakan galat faktor yang mengakibatkan Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran. Hancur dan hilangnya peranan Pasai dalam jaringan perdagangan antar bangsa bertambah dengan lahirnya suatu pusat kekuasaan baru pada ujung barat pulau Sumatera yakni Kerajaan Aceh Darussalam dalam abad ke-16.

Pasai ditaklukkan dan dimasukkan ke pada daerah Kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam oleh Sultan Ali Mughayat Syah dan Lonceng Cakra Donya, hibah dari Raja Cina buat Kerajaan Islam Samudera Pasai, dipindahkan ke Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh). Hingga menjelang abad ke-16, Kerajaan Samudera Pasai masih dapat mempertahankan peranannya menjadi bandar yang memiliki aktivitas perdagangan menggunakan luar negeri. Para ahli sejarah yang menumpahkan minatnya dalam perkembangan ekonomi mencatat bahwa Kerajaan Samudera Pasai pernah menempati kedudukan sebagai sentrum kegiatan dagang internasional di nusantara semenjak peranan Kedah berhasil dipatahkan.

Namun, kemudian peranan Kerajaan Samudera Pasai yg sebelumnya sangat penting dalam arus perdagangan pada tempat Asia Tenggara &

dunia terjadi kemerosotan menggunakan munculnya bandar perdagangan Malaka pada Semenanjung Melayu. Bandar Malaka berpeluang akbar menjadi bandar yang ramai pada bidang perdagangan & mulai meredupkan kedudukan Pasai menjadi bandar yang ramai. Tidak usang setelah Malaka dibangun, kota itu dalam saat singkat segera dibanjiri perantau-perantau berdasarkan Jawa. Akibat kemajuan pesat yg diperoleh Malaka itu, posisi & peranan Kerajaan Samudera Pasai semakin tersudut, nyaris semua kegiatan perniagaannya sebagai kendor & akhirnya benar-sahih patah pada tangan Malaka dari tahun 1450.

Bukan itu saja, Kesultanan Samudera Pasai lambat laun mulai lemah waktu pada Aceh berdiri satu lagi kerajaan yg di rintis sebagai sebuah peradaban yang besar & maju. Pemerintahan baru tadi adalah Kerajaan Aceh Darussalam yg didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kesultanan Aceh Darussalam sendiri dibangun pada atas puing-puing kerajaan-kerajaan yg pernah ada di Aceh dalam masa pra Islam, misalnya Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa,

Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura. Kerajaan Aceh Darussalam di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah melakukan penyerangan Kesultanan Samudera Pasai yaitu pada tahun 1524. Imbasnya, kebesaran Kerajaan Samudera Pasai semakin meredup sebelum akhirnya benar-sahih runtuh dan Samudera Pasai akhirnya berada pada bawah kendali kuasa Kesultanan Aceh Darussalam.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih..

Daftar Pustaka

Buniko amarseto, Ensiklopedia kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta, Relasi inti media. 2017.

Sejarah Kejayaan Dan Runtuhnya Samudera Pasai

Pada awal abad ke-13, berdirilah sebuah kerajaan baru di Tepian Batu atau Kutai Lama yang bernama Kerajaan Kutai Kartanegara menggunakan rajanya yang pertama Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325), Kutai usang pada abad ini merupakan Kutai yang masih memeluk agama Hindu yaitu Kerajaan kutai martadipura. Dengan adanya 2 kerajaan pada kawasan Sungai Mahakam ini tentunya menyebabkan bentrokan diantara kedua kerajaan tersebut.

Pada abad ke-16 terjadilah peperangan di antara ke 2 kerajaan Kutai ini. Dan pada akhirnya kerajaan Kutai Kartanegara di bawah rajanya Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa berhasil menaklukkan Kerajaan Kutai Martadipura. Raja kemudian menamakan kerajaannya sebagai Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.

Pada abad ke-17 kepercayaan Islam mulai diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara. Namun insiden yang mengganti sejarah terjadi ketika pemerintahan Raja Makota. Dua penyebar Islam Tuan Haji Tunggang Parnagan & Tuan Di Bandang dari Makassar datang buat menyebarkan Islam.

Peristiwa diawali dengan debat teologis antara Raja Makota dan dua penyebar Islam ini. Selain itu, pula dilakukan adu kesaktian yang membuat Raja Makota mengakui kesaktian dua penyebar Islam ini. La akhirnya masuk Islam & semua rakyat wajib mengikuti. Raja Makota merupakan raja pertama yg memeluk Islam serta mulai didirikan Mesjid. Selanjutnya nama-nama lslam banyak yg digunakan, termasuk pada nama-nama raja dan keluarga kerajaan Kutai Kartanegara. Masuknya agama Islam ini pada kerajaan Kutai menciptakan panggilan raja berganti menggunakan sebutan Sultan. Sultan Kutai yang pertama kali memakai nama Islam merupakan Sultan Aji Muhammad ldris (1735-1778).

Awal mula dari runtuhnya kerajaan Kutai Kartanegara adalah pada tahun 1525-1600 M dimana mereka diserang oleh kerajaan Banjar yg ketika itu dipimpin sang pangeran Samudera menggunakan donasi dari Belanda, sampai akhirnya Kerajaan Kutai menyerah kalah & menjadi kerajaan bawahan berdasarkan kerajaan Banjar, sebagai wilayah Vasal (bawahan) berdasarkan kerajaan Banjar membuahkan Belanda dengan gampang ikut melakukan hegemoni ke pada kerajaan Kutai. Pada puncaknya terjadi dalam tahun 1787, kerajaan Banjar melalui rajannya ketika itu Sultan Tamjidillah II menandatangani penyerahan kekuasaan atas Kutai sinkron dengan perjanjian dahulunya bahwa Belanda akan menerima wilayah kekuasaan atas bantuannya dalam Pangeran Samudera pada memerangi pangeran Amir.

Dan mulai tahun 1787 secara de facto kerajaan Kutai sebagai wilayah dibawah kekuasaan Belanda, dimana raja Kutai saat itu merupakan Aji Sultan Muhammad Salehudin, dan isi menurut perjanjian yang ditanda tangani oleh Sultan Tamjidillah II menggunakan Belanda sebagai berikut:

Sultan Banjar menyerahkan tanah kerajaannya pada pemerintah Belanda, pada antaranya itu akan diterimanya kembali sebagai pinjaman, yg akan tetap diserahkan pada pemerintah Belanda, daerah yang dimaksud adalah tanah Bumbu, Pagatan, Pasir, Kutai, Berau, Bulongan & Kota Waringin.

Apabila ditinjau berdasarkan kekuatan aturan atas kekuasaan Belanda pada Kutai maka hanya sebatas de facto belum de jure mengingat bahwa raja-raja pada kerajaan Kutai tidak dilibatkan dalam penanda tangan atas kekuasaan tadi, baru kemudian dalam tahun 1825 atas inisiatif dari G. Muller yg ketika itu menjabat menjadi residen Banjarmasin mengikat secara resmi kerajaan Kutai Kartanegara menggunakan ditanda-tanganinya perjanjian antara pemerintah Belanda menggunakan Aji Sultan Muhammad Salehudin, dalam isi perjanjian yg ditandatangani tadi berisi diantaranya merupakan bahwa pemerintah Belanda memegang kekuasaan penuh atas kerajaan Kutai Kartanegara dengan kompensasi bahwa Belanda memegang peradilan, urusan pajak bea cukai, pajak-pajak orang Cina, pajak tambang emas dan sebagainya menggunakan kemudian raja mendapatkan kompensasi uang sebesar 8000 gulden pertahun. Belanda jua menempatkan seseorang civiel gezaghebber bernama H. Van Dewall yang bertugas sebagai penguasa sipil pengelola pemerintahan Belanda pada Kutai Kartanegara.

Alasan dilakukan pengikatan kekuasaan secara dejure tadi adalah bahwa kerajaan Kutai memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah dari kekayaan alam batu bara, sarang burung walet, emas, intan, hasil hutan & jua kerajaan Kutai mempunyai jalur perdagangan yg strategis terlebih dengan adanya sungai Mahakam sebagai jalur transportasi dan perdagangan.

Mulai runtuhnya kerajaan Kutai ditambah menggunakan seringnya terdapat perompak/ bajak bahari berdasarkan Sulu yg mengganggu stabilitas perdagangan dan ekonomi kerajaan, dalam tahun 1871 memindahkan ibu kota kerajaan ke Tenggarong. Sampai kependudukan Jepang pada Indonesia kerajaan Kutai tidak berubah, masih sebagai kerajaan vassal walau berganti kepemimpinan, dalam masa pendudukan Jepang kerajaan Kutai Kartanegara dengan kepemimpinan raja waktu itu Aji Sultan Muhammad. Parikesit (1920-1960 M) berani memilih bekerja sama dengan konvoi nasional pada menghadapi jepang, sikap ini diambil karena kebiadaban Jepang menggunakan membunuh 300 famili kerajaan yang menolak bekerja sama dengan pemerintahan pendudukan Jepang.

Baru sesudah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya kerajaan Kutai sahih-sahih sebagai daerah yg merdeka dari cengkeraman kependudukan Jepang & dalam tahun 1947 kerajaan Kutai dimasukkan ke dalam wilayah federasi Kalimantan Timur beserta dengan Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur & Pasir dengan nama dewan kesultanan. Perubahan status terus berubah yaitu pada 27 Desember 1949 dewan kesultanan tergabung pada Republik Indonesia Serikat.

Itulah sejarah singkat masuknya berdirinya Kerajaan Kutai Kartanegara & hingga memeluk agama Islam dan bergabung menggunakan Republik Indonesia Serikat atau kini pada sebut Republik Indonesia, semoga tulisan ini bermanfaat Terima kasih.

Sejarah Masuknya Islam di Kerajaan Kutaikarta Negara

Awal berdirinya Kerajaan Pasai, yg pula dikenal menjadi Samudera Darussalam atau Samudera Pasai, belum diketahui secara pasti & masih sebagai perdebatan para pakar sejarah. Namun, pada sebuah catatan Rihlah ila I-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) dari lbnu Batutah dapat ditarik konklusi bahwa Kerajaan Samudera Pasai berdiri lebih awal dibandingkan dinasti Usmani pada Turki yg pernah menjadi galat satu dinasti terbesar pada global. Jika dinasti Turki Usmani mulai menancapkan kekuasaanya dalam tahun 1385 M, maka Kerajaan Samudera Pasai lebih dahulu menebarkan pengaruhnya di Asia Tenggara kira-kira pada tahun 1297.

Catatan lbnu Batutah tadi bertuliskan ?Sebuah negeri yg hijau menggunakan kota pelabuhannya yg akbar & latif, ?Waktu mendeskripsikan kekagumannya terhadap estetika & kemajuan Kerajaan Samudera Pasai yang sempat disinggahinya selama 15 hari dalam 1345 M.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai
?Sejarah samudera pasai

Pendapat bahwa kerajaan Samudra Pasai lebih tua menurut dinasti Usmani pada Turki dikuatkan dengan catatan menurut Marco Polo, seseorang penjelajah asal Venezia (Italia), yg sudah mengunjungi Samudera Pasai dalam 1292 M. Marco Polo bertandang ke Samudera Pasai saat menjadi pemimpin rombongan yg membawa ratu dari Cina ke Persia. Bersama 2 ribu orang pengikutnya, Marco Polo singgah dan menetap selama 5 bulan pada bumi Serambi Makkah itu. Dan perjalanan dari Marco Polo tadi dituliskan dalam sebuah buku yang berjudul Travel of Marco Polo.

Baca juga:Sejarah serangan pertama sekaligus kegagalan pertama Umat Islam dalam usaha menaklukkan Konstantinopel.

Sejumlah ahli sejarah Eropa dalam masa pendudukan Kolonial Hindia Belanda misalnya Snouck Hurgronje, J.P Moquette, J.L. Moens, & J. Hulshoff Poll yang telah beberapa kali memeriksa asal-usul berdirinya Kerajaan Samudera Pasai menjelaskan bahwa Kerajaan Samudera Pasai muncul sekitar pertengahan abad ke-13 M menggunakan Sultan Malik al-Saleh (kadang ditulis Malik Ul Salih, Malik Al Saleh, Malikus saleh, Malik Al Salih, atau Malik UI Saleh) sebagi raja pertamanya.

Nama Samudera Pasai sendiri sebenarnya adalah ?Samudera Aca Pasai? Yang berarti ?Kerajaan Samudera yg baik dengan ibukota pada Pasai." Meski sentra pemerintahan kerajaan itu kini tidak diketahui secara pasti, namun para pakar sejarah memperkirakan lokasinya berada pada lebih kurang Blang Melayu. Konon, nama ?Samuderadanquot; yg dipakai menjadi nama kerajaan itulah yg sekarang sebagai nama pulau Sumatera lantaran adanya pengaruh dialek sang orang-orang Portugis. Sebelumnya, nama pulau tersebut adalah Perca. Berbeda dengan orang Portugis, seperti yg mampu ditinjau pada tulisan-goresan pena I'tsing, para pengelana Tiongkok menyebut Sumatera dengan "Chin Cou" atau pulau emas. Sementara Raja Kertanegara menurut Singosari yg terkenal itu menyebut pulau ini menggunakan sebutan "Suvamabhumi? Atau ?Swarnabumi? Yang adalah pulau emas.

Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, sekitar terletak di kota Lhokseumawe, Aceh Utara. Beberapa buku atau catatan yg digunakan buat melacak sejarah Kerajaan Samudera Pasai diantaranya adalah Hikayat Raja Pasai, Sejarah Melayu, & Hikayat Raja Bakoy. Meski nuansa mitos yang masih kental di dalamnya tidak sporadis sebagai hambatan ketika karya ini hendak ditafsirkan, Hikayat Raja Pasai tercatat telah memberikan andil yang cukup besar pada menguak riwayat Kesultanan Samudera Pasai.

Sementara terkait penamaan Samudera Pasai, J.L. Moens menyatakan bahwa istilah ?Pasai" berasal dari istilah ?Parsidanquot;. Menurut Moens, pada abad ketujuh poly pedagang yang asal menurut Parsi atau Persia yang mengucapkan kata Pasai menggunakan kata Pa?Se. Pendapat J.L Moen sini mendapatkan dukungan dari beberapa peneliti sejarah Iainnya, seperti oleh Prof. Gabriel Ferrand melalui bukunya yang berjudul L' Empire Sumatranais de Crivijaya & oleh Prof. Paul Wheatley menggunakan kitab The Golden Khersonese. Baik Gabriel juga Paul menyandarkan data datanya dalam liputan berdasarkan para pengelana Timur Tengah yg melakukan perjalanan ke Asia Tenggara. Mereka berdua juga meyakini bahwa dalam abad ketujuh, pelabuhan atau bandar-bandar akbar di Asia Tenggara & di daerah Selat Malaka sudah ramai dikunjungi sang para pedagang menurut Asia Barat. Data tadi diperkuat oleh berita bahwa pada setiap kota dagang tersebut sudah ada permukiman-permukiman pedagang Islam yang singgah dan menetap pada sana.

Di loka lain, H. Mohammed Said, seorang penulis yg mendedikasikan hidupnya buat meneliti & menerbitkan kitab -buku wacana Aceh, termasuk meneliti kerajaan Samudera Pasai dan Kesultanan Aceh Darussalam, menyatakan bahwa kata ?Pasaidanquot; pada Samudera Pasai berasal dari para pedagang Cina. Menurutnya, istilah ?Po Se? Yang terkenal dipakai pada pertengahan abad ke-8 M identik dengan penyebutan istilah ?Pase? Atau ?Pasai?. Ada juga pendapat Iain yg menyatakan bahwa ?Pasai? Asal dari kata ?Tapasai? Yg berarti "tepi bahari.? Kata "Tapadanquot; sendiri masih banyak ditemui dalam bahasa Polinesia yg berarti ?Tepidanquot;, sedangkan istilah ?Sai? Berarti ?Pantai". Jadi, baik ?Samuderadanquot; atau ?Pasai? Mempunyai arti yg hampir sama yaitu ?Negara yang terletak di tepi laut."

Seorang pencatat dari Portugis, Tome Pires, yg pernah menetap pada Malaka dalam kurun ketika 1512-1515, mengungkapkan bahwa Pasai merupakan kota terpenting buat seluruh Sumatera pada zamannya. Menurut Pires, penduduk Pasai saat itu lebih kurang berjumlah 20.000 orang. Sementara itu, Marco Polo dalam lawatannya menurut Tiongkok ke Persia pada tahun 1267 M yang lalu singgah ke Pasai dalam tahun 1292 M menuliskan bahwa saat itu sudah terdapat kerajaan Islam pada Nusantara yang tak Iain merupakan Samudera Pasai.

Baca juga:Kegagalan serangan yang kedua umat islam dalam usaha menaklukkan Konstantinopel

Kala itu Marco Polo ikut dalam rombongan Italia yg menerima undangan dari Kubilai Khan, raja Mongol yang menguasai wilayah Tiongkok. Menurut Marco Polo, penduduk Pasai saat itu belum banyak yg memeluk Islam, namun komunitas orang-orang Arab atau Saraceen sudah relatif banyak & berperan krusial dalam upaya mengislamkan penduduk Aceh. Marco Polo menyebut wilayah tersebut sebagai Giava Minor atau Java Minor (Jawa Kecil).

Menurut G.P. Rouffaer, sejarawan Belanda yang serius mendalami sejarah Kerajaan Samudera Pasai, menyimpulkan bahwa letak Pasai bermula berada pada sebelah kanan Sungai Pasai sementara Samudera berada di sebelah kiri sungai. Kemudian lambat laun ke 2 loka tadi menjadi satu sebagai Samudera Pasai. Jelasnya, Kerajaan Samudera Pasai merupakan wilayah aliran sungai yg hulunya berada jauh pada pedalaman daratan tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai
Letak kerajaan samudera pasai

Ada poly teori yg berkembang mengenai perkiraan berasal-usul berdirinya Kerajaan Samudera Pasai. Salah satu pendapat menyatakan bahwa Kerajaan Samudera Pasai merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan pra-islam yg telah ada sebelumnya. Hal ini seperti tang tertuang pada kitab berjudul Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam Di Nusantara karya Slamet Muljana yg menyatakan bahwa Nazimuddin Al-Kamil, Laksamana laut dari Dinasti Fatimiyah pada Mesir berhasil menaklukkan kerajaan Hindu-Buddha yang berada pada Aceh dan menguasai galat satu wilayah fertile yg terdapat di sana yaitu Pasai. Nazimuddin Al-Kamil kemudian mendirikan kerajaan kecil pada Pasai dalam tahun 1128 M dengan nama Samudera Pasai.

Mata uang kerajaan yg dipergunakan

Alasan Dinasti Fatimiyah melakukan penaklukan terhadap Pasai sendiri merupakan lantaran memang ingin menguasai bandar dagang yg ketika itu sangat ramai di Selat Malaka. Bukan hanya itu, Dinasti Fatimiyah pula sudah mengerahkan armada perangnya buat merebut kota Kambayat pada Gujarat Arab dan menyerang penghasil lada, yakni Kampar Kanan dan Kampar Kiri di Minang kabau. Dalam ekspedisi tadi, Nazimuddin Al-Kamil gugur dan lalu dalam tahun 1168 Dinasti Fatimiyah Mesir dikalahkan sang tentara dari Dinasti Salahuddin yang menganut mazhab Syafi'i. Dengan runtuhnya Dinasti Fatimiyah tadi, maka secara otomatis interaksi antara Samudera Pasai & Mesir terputus. Kafrawi Al-Kamil lalu melanjutkan kepemimpinan Nazimuddin Al-Kamil yang sudah gugur. Namun tahun 1204 M, kekuasaan Samudera Pasai jatuh ke tangan Laksamana Johan Jani berdasarkan pulau We. Di bawah kekuasaan Laksamana Johan Jani, kekuasaan Samudera Pasai sebagai kekuatan maritim yg kuat pada Nusantara pada masa itu.

Di Mesir sendiri sesudah dikuasai oleh Dinasti Salahuddin, muncul Dinasti Mamaluk yg menggantikan Dinasti Fatimiyah. Sama menggunakan pendahulunya, Dinasti Mamaluk juga berniat menguasai perdagangan di Pasai. Niat tersebut pun dilancarkan dengan mengirim pendakwah yang telah menimba ilmu pada Makkah, yaitu Syaikh Ismail & Fakir Muhammad yg sebelumnya sudah berdakwah pada Pantai Barat India. Di Pasai, kedua utusan tadi bertemu dengan Marah Silu (Meurah Silu) yang saat itu menjadi galat satu anggota angkatan perang Kerajaan Pasai.

Syaikh Ismail & Fakir Muhammad lalu berhasil membujuk Marah Silu buat memeluk Islam & membuat kerajaan tandingan buat kerajaan Pasai yang akan dibantu oleh Dinasti Mamaluk di Mesir & berganti nama sebagai Sultan Malik al-Saleh. Akhirnya Marah Silu dinobatkan menjadi Raja Kerajaan Samudera yang berada di kiri menurut Sungai Pasai dengan letak menghadap ke arah Selat Malaka. Namun demikian, ternyata ke 2 kerajaan tadi justru bersatu menjadi Kerajaan Samudera Pasai.

Stempel kerajaan

Keislaman Marah Silu pula disinggungkan dalam catatan Hikayat Raja Pasai menggunakan memberikan penjelasan bahwa Nabi Muhammad Saw, sudah menjelaskan nama kerajaan Samudera & menyuruh supaya wilayah tersebut diislamkan sang sahabat Nabi. Dari sini, bisa ditarik kesimpulan bahwa terdapat kemungkinan Islam telah masuk ke Nusantara nir lama selesainya Nabi Muhammad wafat yakni (abad pertama Hijriah atau abad ke 7-8 M) atau bahkan timbul kemungkinan bahwa Islam masuk ke Indonesia eksklusif menurut Mekkah.

Marah Silu adalah keturunan dari suku Imam Empat atau yg Iebih dikenal menjadi Sukee lmuem Peuet, yaitu sebuah suku berdasarkan Champa yang merupakan pendiri kerajaan-kerajaan pada Aceh sebelum berkembangnya kepercayaan Islam. Di antara empat kerajaan Hindu-Buddha yang didirikan sang Sukee lmuem Peuet merupakan Peureluak (Perlak) yang terletak pada Aceh Timur,

Jeumpha (Champa) di Bireun, Kerajaan Sama Indra pada Pidie, & Indra Purba pada Aceh Besar/Banda Aceh.

Sultan Malik al-Saleh kemudian menikah dengan putri Ganggang Sari, keturunan Sultan Aladdin Muhammad Amin bin Abdul Kadi dari kerajaan Perlak. Dari pernikahan ini Sultan Malik al-Saleh dikaruniai dua orang putra yaitu Muhammad dan Abdullah. Kelak, Muhammad dianggap untuk memimpin kerajaan Pasai menggunakan gelar Sultan Muhammad Malikul Zahir (Sultan Malik al-Tahir), berdampingan menggunakan ayahnya yang masih memimpin kerajaan Samudera. Sementara Abdullah lebih memilih keluar dari keluarga akbar kerajaan Samudera Pasai & mendirikan kerajaan sendiri yaitu Kerajaan Aru Barumun yg lebih kurang berdiri pada tahun 1295 M.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai
Lambang kerajaan samudera pasai

Menurut catatan Ibnu Battutah, kerajaan Samudera mengalami perkembangan pesat, bahkan sanggup dikatakan berada dalam masa kejayaan di bawah kepemimpinan Muhammad Malikul Zahir. Hal ini ditandai dengan kegiatan perdagangan yang sudah maju, ramai, & sudah menggunakan koin emas sebagai indera pembayaran. Ditambah lagi, posisi Kerajaan Pasai yg berada di aliran lembah sungai jua menciptakan tanah pertanian sebagai subur sebagai akibatnya padi yg ditanam oleh penduduk Kerajaan Islam Pasai dalam abad ke 14 mampu dipanen 2 kali setahun.

Masih pada catatan Ibnu Battutah, dijelaskan bahwa Muhammad Malikul Zahir adalah raja yang sangat tertarik dengan ilmu pengetahuan, bahkan Muhammad Malikul Zahir sempat mendirikan pusat studi Islam pada lingkungan kerajaan yang dijadikan loka diskusi para ulama & elit kerajaan. Maka nir hiperbola jika lalu Ibnu Battutah memasukkan nama Muhammad Malikul Zahir menjadi salah satu menurut tujuh raja pada dunia yang memiliki kemampuan luar biasa menggunakan kepribadian yg sangat rendah hati.

Sultan Muhammad Malikul Zahir dikaruniai dua orang putra, yaitu Malikul Mahmud & Malikul Mansur. Ketika Sultan Muhammad Malikul Zahir wafat karena sakit, kerajaan dipegang sang ayahnya, Sultan Malik al Salih, yang jua memimpin kerajaan Samudera. Karena masih terlalu muda, maka ke 2 putra Muhammad Malikul Zahir dititipkan oleh Sultan Malik al-Salih dalam ahli kenegaraan & keagamaan, Malikul Mahmud dititipkan pada Sayid Ali Ghitauddin sedangkan Malikul Mansur dititipkan dalam Sayid Semayamuddin.

Pada tahun 1346 terjadi pergantian kekuasaan berdasarkan sultan Malikul Mahmud pada putranya yaitu Ahmad Permadalah. Permala dengan gelar kehormatan Sultan Ahmad Malikul Zahir. Dalam sebuah catatan dituliskan bahwa Sultan Ahmad Malik al-Zahir memiliki 5 orang anak, tiga putra dan 2 putri. Ketiga putra itu merupakan Tun Beraim Bapa, Tun Abdul Jalil & Tun Abdul Fadil, ad interim ke 2 putrinya merupakan Tun Medam Peria dan Tun Takiah Dara.

Sultan Ahmad Malik al-Zahir dikenal sebagai raja yang mempunyai gambaran buruk dimata masyarakatnya lantaran Sultan Ahmad Malik al-Zahir menaruh ereksi pada kedua putrinya sendiri. Tak pelak sikapnya yang demikian itu membuat murka para petinggi kerajaan Samudera Pasai, termasuk Tun Beraim Bapa. Tun Beraim Bapa lalu berusaha melindungi kedua saudara perempuannya menurut jeratan nafsu ayah kandungnya dengan menyembunyikan kedua saudarinya di sebuah tempat. Merasa mendapat kontradiksi berdasarkan putra sulungnya sendiri, Sultan Ahmad Malik al-Zahir murka dan menyuruh utusan buat membunuh Tun Beraim Bapa. Sang putra mahkota yg seharusnya mewarisi tahta kerajaan itu pun meninggal karena diracun oleh utusan ayahnya. Merasa terharu dan nir terima menggunakan perlakuan biadab sang ayah, Tun Medam Peria dan Tun Takiah Dara lalu menetapkan buat mengakhiri hidup mereka menggunakan meminum racun yg sudah membunuh kakaknya.

Kebiadaban Sultan Ahmad Malik al-Zahir ternyata tidak berhenti hingga pada situ. Mengetahui bahwa putri berdasarkan kerajaan Majapahit yaitu Radin Galuh Gemerencang jatuh cinta kepada Tun Abdul Jalil, Sultan Ahmad al-Zahir yang pula memberikan hati kepada kecantikan berdasarkan putri raja Majapahit itu pulang menyuruh anak buahnya buat menghabisi nyawa putra keduanya tadi dan membuang jenazah Tun Abdul Jalil ke tengah bahari.

Radin Galuh Gemerencang yang sangat merindukan pujaan hatinya, Tun Abdul Jalil, kemudian pergi beserta para pengawal menuju ke Pasai. Sesampainya di Pasai, Radin Galuh Gemerencang terkejut selesainya mendengar fakta bahwa oleh putra mahkota mangkat dengan tragis ditangan ayahnya sendiri. Lantaran nir kuasa menahan kesedihan, oleh putri lalu ikut menenggelamkan diri pada tempat jenazah Tun Abdul Jalil ditenggelamkan.

Rombongan pengawal Radin Galuh Gemerencang yg tersisa pulang ke Jawa dan melaporkan kematian sang putri kepada Raja Majapahit. Mendengar keterangan tragis dan kebiadaban berdasarkan Raja Pasai, Raja Majapahit geram dan mengirim pasukan buat menggempur kerajaan Pasai. Dalam peperangan itu, kerajaan Pasai akhirnya kalah dan Sultan Ahmad al-Zahir mengungsi ke wilayah bernama Menduga yg berjarak lebih kurang lima belas hari bepergian kaki menurut Pasai. Sementara itu pasukan Majapahit yang telah menaklukkan kerajaan Pasai dan merogoh harta rampasan lalu berlayar balik ke Jawa. Dalam perjalanannya, pasukan Majapahit jua sempat menaklukkan kerajaan Jambi & Palembang.

Makam Sultan Malik as saleh

Menurut sejarah, dalam silsilah kerajaan Pasai terdapat nama Sultanah Nahrasiyah (Nahrisyyah) Malikul Zahir, raja perempuan pertama pada kerajaan Islam Nusantara yang bertahta dari tahun 1420 hingga 1428. Sultanah Nahrasiyah mempunyai penasehat kontroversial bernama Ariya Bakooy yang bergelar Maharaja Bakooy Ahmad Permala.

Ariya Bakooy pernah diperingatkan oleh para ulama supaya tidak mengawini Puterinya sendiri tapi peringatan itu ditentangnya. Bahkan, lantaran nir terima keinginan dirinya ditentang, Ariya Bakooy hingga membunuh 40 ulama. Ariya Bakooy akhirnya tewas pada tangan Malik Musthofa yg bergelar Pocut Cindan Simpul Alam, yang tidak lain merupakan suami Sultanah Nahrasiyah dengan donasi Sultan Mahmud Alaiddin Johan Syah dari Kerajaan Aceh Darussalam (1409-1465).

Sultanah Nahrasiyah dalam catatan sejarah merupakan seseorang perempuan muslimah yg berjiwa akbar. Hal ini dibuktikan dengan hiasan pada makamnya yang dibuat dengan sangat istimewa. Pada nisannya, tertulis nukilan huruf Arab terjemahannya berbunyi: ?Inilah kubur wanita bercahaya yang suci, ratu yg terhormat, almarhum yg diampunkan dosanya, Nahrasiyah, putri Sultan Zainal Abidin, putra Sultan Ahmad, putra Sultan Muhammad, putra Sultan Mailkus Salih. Kepada mereka itu dicurahkan rahmat dan diampunkan dosanya. Mangkat dengan rahmat Allah pada hari Senin, 17 Zulhijjah 832.?

Berikut ini merupakan silsilah Raja-raja Kerajaan Samudera Pasai:

1. Sultan Malik al-Saleh (1267-1297 M)

2. Sultan Muhammad Malik al-Zahir (1297-1326 M)

3. Sultan Mahmud (1326-1345 M)

4. Sultan Malikul Mansur

lima. Sultan Ahmad Malik al-Zahir (1346-1383 M) 6. Sultan Zain al-Abidin Malik al-Zahir (1383-1405)

7. Sultanah Nahrasiyah (1420-1428)

8. Sultan Sallah al-Din (1402)

9. Sultan Abu Zaid Malik al-Zahir (1455)

10. Sultan Mahmud Malik al-Zahir (1455-1477)

11. Sultan Zain aI-Abidin (1477-1500)

12. Sultan Abdullah Malik al-Zahir (1501-1513)

13. Sultan Zain aI-Abidin (1513-1524).

Amarseto (2017: hlm 48-63)

Daftar Pustaka

Buniko amarseto, Ensiklopedia kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta, Relasi inti media. 2017.

Itulah sejarah berdirinya Kerajaan Samudra Pasai, semoga goresan pena ini bermanfaat dan menambah wawasan pembaca pada sebagai blog yg anda percaya pada menemukan surat keterangan yang terang. Terima kasih.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai

Pada tulisan ini akan di jelaskan tentang dari mula Demak, sebagai suatu Kerajaan dan hingga sebagai Kerajaan islam. Berikut ini adalah penjelasannya:

Demak sebelumnya adalah sebuah daerah yang dikenal menggunakan nama Bintoro atau Gelagah wangi yang merupakan wilayah kadipaten pada bawah kekuasaan Majapahit. Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan sentra pemerintahannya di daerah Bintoro pada muara sungai, yg dikelilingi sang wilayah rawa yang luas pada perairan Laut Muria.

Dalam bukunya yang berjudul ?Peranan Bangsa Indonesia dalam Sejarah Asia Tenggara? (1963), Mohammad Ali menulis bahwa pada suatu insiden Raden Patah diperintahkan sang gurunya, Sunan Ampel berdasarkan Surabaya, supaya merantau ke barat dan bermukim pada sebuah loka yang terlindung oleh tanaman gelagah wangi. Tanaman gelagah yang rimbun tentu hanya subur pada daerah rawa-rawa. Dalam perantauannya itu, Raden Patah hingga ke wilayah rawa pada tepi selatan Pulau Muryo (Muria), sebuah kawasan rawa-rawa akbar yg menutup laut (atau lebih tepatnya sebuah selat) yg memisahkan Pulau Muryo dengan daratan Jawa Tengah. Di situlah ditemukan gelagah wangi dan rawa. Kemudian loka tadi dinamai Raden Patah menjadi ?Demak".

sejarah Berdirinya dan Masuknya Islam di Kerajaan Demak

Berdirinya kerajaan Demak sendiri tidak mampu tanggal menurut sejarah kerajaan Majapahit yang berkuasa di pulau Jawa. Majapahit menjadi sebuah kerajaan besar pada Nusantara yg mempunyai Mahapatih Gadjah Mada dengan sumpah Palapanya, kurang lebih akhir abad ke-15 mulai mengalami masa-masa keruntuhannya. Pada ketika itulah secara simpel wilayah-wilayah kekuasaannya mulai memisahkan diri menurut Majapahit.

Wilayah-daerah yg terbagi menjadi kadipaten-kadipaten tersebut kemudian saling serang dan saling mengklaim menjadi pewaris tahta Majapahit. Pada masa itu arus kekuasaan mengerucut dalam 2 adipati, yaitu Raden Patah yang menerima dukungan menurut Walisongo & Ki Ageng Pengging menerima dukungan dari Syekh Siti Jenar.

Menurut Slamet Muljana (2005), Raden Patah diangkat sebagai bupati sang Prabu Brawijaya dan Gelagah Wangi diganti namanya dengan ?Demak? Dengan mak kota bernama ?Bintara?. Dari nama daerah baru itulah Raden Patah lalu dikenal sebagai Pangeran Bintara di kaki Gunung Muria.

sejarah Berdirinya dan Masuknya Islam di Kerajaan Demak
Peta demak

Setelah merasa kuat lantaran mempunyai wilayah yg strategis & mempunyai dukungan baik dari Walisongo & kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, maka para wali memerintahkan agar Raden Patah menjadikan Demak menjadi kerajaan Islam & memisahkan diri dari kerajaan Majapahit. Tekad buat mendirikan kerajaan Demak yg merdeka menjadi semakin bulat mengingat daerah Demak memiliki peluang buat berkembang pesat menjadi kota besar dan sentra perdagangan.

Raden Patah kemudian mengumpulkan para pengikutnya, baik dari masyarakat Jawa maupun Cina, buat melakukan perlawanan terhadap kerajaan Majapahit. Dalam perlawanan itu, Radeng Patah jua menerima donasi dari beberapa wilayah lain pada Jawa yg sudah memeluk agama Islam seperti Jepara, Tuban, dan Gresik. Setelah berhasil mengalahkan Majapahit, Raden Patah pun lalu mendirikan kerajaan Islam Demak.

Dalam cerita yang lain, setelah merobohkan Majapahit, Raden Patah lalu memindahkan seluruh alat upacara kerajaan & pusaka Majapahit ke Demak menjadi lambang permanen berlangsungnya kerajaan kesatuan Majapahit tetapi dalam bentuk baru di Demak.

Ada poly versi mengenai tahun berdirinya kerajaan Demak. Menurut Slamet Muljana pada buku ?Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam pada Nusantara," kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478 atau setahun sebelum berdirinya masjid Agung Demak. Sementara kebanyakan sejarawan beropini bahwa kerajaan Demak berdiri pada tahun 1500. Asumsi yg mereka bangun merupakan bahwa perlu rentang ketika 21 tahun sejak didirikannya Masjid Demak buat menciptakan fondasi kemasyarakatan dan menyusun kekuatan di Demak.

Raden Patah atau Jin Bun adalah keliru seorang keturunan Raja Brawijaya berdasarkan galat seseorang istrinya yang dianggap Putri Cina. Dikisahkan bahwa dalam awal abad ke-14, Kaisar Yan Lu berdasarkan Dinasti Ming mengirimkan seorang Putri yang cantik pada Raja Brawijaya pada kerajaan Majapahit menjadi tanda persahabatan antara ke 2 negara. Putri yang manis & pandai ini segera merebut perhatian & mendapatkan loka yg istimewa di hati Brawijaya. Semua kemauan yg diinginkan oleh putri manis ini dituruti sang Raja Brawijaya.

Namun karena Ratu Dwarawati, sang permaisuri yg asal menurut Campa, merasa cemburu terhadap Putri Cina tadi, terpaksa Raja Brawijaya memberikan Putri Cina yg sedang mengandung pada Arya Damar yang kala itu menjabat sebagai adipati Palembang. Setelah Putri Cina melahirkan Raden Patah di Palembang, barulah Arya Damar menikahi Putri Cina tersebut dan melahirkan anak pria yg lalu diberi nama Raden Kusen. Dengan demikian maka Raden Patah dan Raden Kusen merupakan saudara sekandung seibu tapi berlainan ayah.

Lantaran menolak buat menjadi adipati di Palembang, maka Raden Patah & Raden Kusen lalu berlayar ke Jawa dengan menaiki kapal

Brawijaya memberikan Putri Cina yg sedang mengandung kepada Arya Damar yg kala itu menjabat sebagai adipati Palembang. Setelah Putri Cina melahirkan Raden Patah pada Palembang, barulah Arya Damar menikahi Putri Cina tadi & melahirkan anak laki-laki yg lalu diberi nama Raden Kusen. Dengan demikian maka Raden Patah & Raden Kusen merupakan saudara sekandung seibu akan tetapi berlainan ayah.

Lantaran menolak buat menjadi adipati di Palembang, maka Raden Patah & Raden Kusen lalu berlayar ke Jawa dengan menaiki kapal

dagang yang menuju Surabaya & menjadi santri di pesantren Ampel Denta (Ngampel Denta). Di sana, Raden Patah memeriksa ajaran Islam beserta murid-murid Sunan Ampel yg lainnya seperti Raden Paku (Sunan Giri), Maulana Ibrahim (Sunan Bonang), dan Raden Kasim (Sunan Drajat). Sementara Raden Kusen kembali ke Majapahit & diangkat sebagai adipati Terung sang Prabu Brawijaya. Di Ngampel Denta, Raden Patah diangkat menjadi menantu oleh Sunan Ampel yg dinikahkan menggunakan cucu perempuannya, anak sulung berdasarkan Nyai Gede Waloka. Setelah

menikah, Raden Patah pindah ke Jawa Tengah & mendirikan pesantren yg diberi nama Glagah wangi, lalu mengajarkan kepercayaan Islam pada penduduk lebih kurang.

Semakin usang pesantren Glagah wangi makin maju & mengakibatkan Prabu Brawijaya menjadi risi apabila Raden Patah mempunyai niat untuk memberontak. Prabu Brawijaya akhirnya memutuskan memberi perintah terhadap Raden Kusen buat memanggil Raden Patah datang ke Majapahit. Setelah Raden Patah sepakat datang ke Majapahit, Prabu Brawijaya malah merasa terkesan dan mengakui kembali Raden Patah menjadi putranya.

Raja-Raja yg Memerintah Kerajaan Demak

Raja-raja yg memerintah pada kerajaan Demak antara Iain:

1. Raden Patah ( 1500-1518)

Nama kecil Raden Patah adalah Pangeran Jimbun dan setelah sebagai raja Raden Patah bergelar Sultan Alam Akbar al Fatah. Kerajaan Demak sebagai kerajaan besar dan sebagai sentra penyebaran agama Islam yang krusial Pada masa pemerintahan Raden Patah. Untuk itu atas perintah para wali, dibangunlah Masjid Agung Demak menjadi lambang kekuasaan Islam di wilayah Demak.

Menjadi keuntungan tersendiri bagi Demak waktu jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, dikarenakan posisi Demak menjadi semakin penting, baik pada arti dan peranannya sebagai sentra penyebaran agama Islam juga sebagai penghubung pada perdagangan rempah-rempah yang telah berlangsung ratusan tahun sebelumnya.

Namun, pada sisi lain berkembangnya Demak menjadi sentra perdagangan rempah-rempah pula merupakan ancaman bagi kekuasaan Demak lantaran pasti akan sebagai perhatian menurut Portugis. Oleh karena itu sebelum Portugis datang ke Demak, dalam tahun 1513 Demak terlebih dahulu mengirimkan armadanya buat menyerang Portugis di Malaka dibawa pimpinan Pati Unus, putra Raden Patah. Serangan yg dibantu sang Aceh dan Palembang itu gagal lantaran kualitas persenjataan yang kurang memadai.

2. Pemerintahan Pati Unus (1518-1521)

Wafatnya Raden Patah Pada tahun 1518 mengakibatkan Pati Unus yg nir Iain merupakan putra berdasarkan Raden Patah itu sendiri menjadi penerus kerajaan. Pati Unus populer menjadi panglima perang yang gagah berani dan jua pemimpin perlawanan terhadap Portugis pada Malaka menggunakan ratusan kapal menurut Jawa. Lantaran keberaniannya itulah dia menerima julukan Pangeran Sabrang Ior. Ia jua terbilang cerdik dalam strategi perang, Pati Unus mengirimkan Katir untuk mengadakan blokade terhadap Portugis pada Malaka, sebagai akibatnya mengakibatkan Portugis kekurangan bahan makan.

3. Pemerintahan Sultan Trenggono (1521-1546)

Pati Unus tidak memiliki putra. Ketika dia wafat, sehingga tahta kerajaan digantikan oleh adiknya yg bernama Raden Trenggono. Di bawah pemerintahan Sultan Trenggono inilah Demak mencapai masa kejayaan. La dikenal sebagai raja yg bijaksana dan gagah berani seperti kakaknya Pati Unus. Wilayah kekuasaan yg berhasil ditaklukkannya bahkan terbilang sangat luas dibandingkan menggunakan masa pemerintahan Raden Patah yaitu meliputi Jawa Timur & Jawa Barat.

Pada masa pemerintahan Raden Trenggono Portugis mulai memperluas pengaruhnya ke Jawa Barat & merencanakan mendirikan benteng Sunda Kelapa buat berlindung dari serangan yang mungkin dilakukan oleh Demak.

Sesuai prediksi oleh Portugis akhirnya dalam tahun 1522 Sultan Trenggono sahih-benar mengirimkan tentaranya ke Sunda kelapa dibawah pimpinan Fatahillah. Pengiriman pasukan Demak ke Jawa Barat bertujuan buat mengusir bangsa Portugis. Tahun 1527 Fatahillah beserta para pengikutnya berhasil mengusir Portugis menurut Sunda Kelapa. Dan mulai saat itulah Sunda Kelapa diganti namanya sebagai Jayakarta yg ialah kemenangan yang sempurna, kini kota Jayakarta kita kenal menggunakan sebutan Jakarta.

Sultan Trenggono memiliki keinginan buat menyatukan pulau Jawa di bawah kekuasaan kerajaan Demak. Untuk mewujudkan cita-citanya tersebut Sultan Trenggono merogoh langkah sebagai berikut:

a. Menyerang Jawa Barat (Banten, Sunda Kelapa dan Cirebon ) dipimpin Fatahillah

b. Menyerang daerah Pasuruan di Jawa Timur (kerajaan Hindu Supit Urang) dipimpin Sultan Trenggono sendiri, serangan ke Pasuruan tidak membawa hasil bahkan Sultan Trenggono sendiri mangkat dalam peperangan tersebut.

C. Mengadakan perkawinan politik. Misalnya:

  1. Fatahillah dijodohkan dengan adiknya.
  2. Pangeran Hadiri dijodohkan dengan puterinya ( adipati Jepara)
  3. Joko Tingkir dijodohkan dengan puterinya (adipati Pajang).
  4. Pangeran Pasarehan dijodohkan dengan puterinya ( menjadi Raja Cirebon ).

Sebuah pelajaran menurut sejarah bahwa perebutan kekuasaan & perpecahan menurut dalam akan membahayakan kesatuan & persatuan. Bangsa Indonesia harus belajar menurut sejarah Kerajaan Demak bila nir ingin hancur, bukan tidak mungkin apabila para penguasa negeri ini melakukan kesalahan yg sama maka nasib negeri ini akan seperti Kerajaan Demak.

Sejarah Berdirinya dan Masuknya Islam di Kerajaan Demak

Pajang adalah sebuah kerajaan yg terletak di daerah Kartasura, Jawa Tengah. Nama Pajang sebenarnya sudah disebutkan pada kitab Negarakertagama menjadi bagian dari tanah kekuasaan Majapahit dalam abad ke-14. Penguasa Pajang merupakan saudara termuda Hayam Wuruk, Dyah Nertaja yg bergelar Bharata I Pajang. Pada masa itu, meskipun pada Demak mulai ada kerajaan-kerajaan kecil bercorak Islam, kewibawaan raja Majapahit masih sangat dihormati.

Babad Banten menyebutkan bahwa Pengging menjadi kerajaan kuno yg dipimpin sang Anglingdriya adalah cikal bakal kerajaan Pajang. Ketika Brawijaya sebagai raja Majapahit, putrinya yaitu Retno Ayu Pembayun diculik oleh raja Blambangan, Menak Daliputih. Jaka Sengsara berhasil merebut kembali sang putri, sehingga Brawijaya mengangkatnya sebagai bupati Pengging menggunakan gelar Andayaningrat.

Andayaningrat wafat saat terjadi perang antara Majapahit & Demak. Meskipun Majapahit mengalami kehancuran pada tahun 1625, Pengging masih berdaulat sampai pertengahan abad ke-16 di bawah pemerintahan putera mahkota Andayaningrat, Kebo Kenanga yg bergelar Ki Ageng Pengging.

Kesultanan Demak berniat untuk menaklukkan Pengging menggunakan bantuan Ki Wanapala & Sunan Kudus karena Ki Ageng Pengging dianggap melakukan pemberontakan terhadap Kesultanan Demak. Terbunulah Ki Ageng Pengging & Adiknya Ki Ageng berhasil melarikan diri yaitu Kebo Kanihara.

Ki Ageng Pengging meninggalkan seorang putera yaitu Mas Karebet yang diambil menjadi anak angkat Nyi Ageng Tingkir sepeninggal ke 2 orang tuanya. Mas Karebet atau yg lebih dikenal dengan nama Jaka Tingkir tetapkan buat mengabdi pada Kesultanan Demak. Kesultanan Demak mengutus Jaka Tingkir mendirikan Kerajaan Pajang sekaligus menjadi raja dengan sebutan Hadiwijaya.

Sementara itu, sepeninggal Sultan Trenggana, Kesultanan Demak dan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir utara pulau Jawa mengalami kemunduran. Pada tahun 1549, Arya Penangsang, bupati Jipang, berusaha merebut tahta dan mengakibatkan terbunuhnya Sunan Prawoto, pewaris tahta Kesultanan Demak. Arya Penangsang pula berusaha buat membunuh Hadiwijaya, akan tetapi gagal. Hadiwijaya dengan dukungan dari bupati Jepara, Ratu Kalinyamat, berhasil memukul mundur pasukan Arya Penangsang. Hadiwijaya sebagai pewaris tahta Kesultanan Demak, kemudian memindahkan ibu kotanya ke Pajang.

Pada tahun 1568, adipati kerajaan-kerajaan di Jawa Timur meliputi Jipang, Wirasaba/ Maja Agung, Kediri, Pasuruan, Madiun, Sedayu, Lasem, Tuban, Pati, dan Surabaya mengakui kedaulatan Kerajaan Pajang. Hal ini ditandai dengan pernikahan politik antara Panji Wiryakrama, putera adipati Surabaya, menggunakan puteri Hadiwijaya.

Hadiwijaya menghadiahkan tanah Mataram pada Ki Ageng Pamanahan & tanah Pati kepada Ki Penjawi atas jasanya dalam menumpas pasukan Arya Penangsang. Sunan Prapen meramalkan bahwa Mataram akan menjadi kerajaan yang lebih akbar daripada Kerajaan Pajang. Di lalu hari, Mataram benar-sahih semakin besar di bawah kepemimpinan Sutawijaya, putera Ki Ageng Pamanahan.

Pada tahun 1582 terjadi perang antara Pajang & Mataram karena Tumenggung Mayang, adik ipar Sutawijaya diasingkan ke Semarang oleh Hadiwijaya. Perang ini dimenangkan oleh Mataram, sementara Hadiwijaya jatuh sakit dan mangkat global.

Sepeninggal Hadiwijaya, terjadi perebutan tahta Kerajaan Pajang. Putera mahkota, Pangeran Benawa merelakan tahta Kerajaan Pajang pada Arya Panggiri, putera Sunan Prawoto dari Kesultanan Demak. Arya Panggiri menjadi raja Kerajaan Pajang menggunakan gelar Sultan Ngawantipura, sedangkan Pangeran Benawa menjadi bupati Jipang. Pemerintahan Arya

Panggiri hanya berorientasi pada usaha balas dendam terhadap Mataram sehingga kesejahteraan rakyat terabaikan. Arya Panggiri juga berupaya menggeser kedudukan para pejabat Pajang dengan mendatangkan orang-orang Demak. Akibatnya, banyak rakyat Pajang yg pindah ke Jipang & mengabdi dalam Pangeran Benawa.

Pada tahun 1586, Pangeran Benawa mengajak Sutawijaya bersekutu buat menyerbu Pajang. Perang berakhir menggunakan kekalahan Arya Panggiri, yg lalu dipulangkan ke Demak. Pangeran Benawa diangkat sebagai raja Pajang dengan gelar Prabuwijaya. Pemerintahan Prabuwijaya hanya berlangsung singkat, karena Prabuwijaya lebih memilih sebagai penyebar kepercayaan Islam.

Atas kebijakan Sutawijaya, Kerajaan Pajang dijadikan negeri bawahan Mataram menggunakan Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya, sebagai bupatinya. Pada tahun 1591 , Gagak Bening mangkat global & digantikan sang putranya. Riwayat Pajang berakhir dalam tahun 1618 setelah dihancurkan oleh pasukan Mataram di bawah Sultan Agung.

Pajang merupakan kerajaan bercorak Islam yang berada pada pedalaman pertama pada Jawa. Berbeda dengan kerajaan-kerajaan sebelumnya yg bersifat maritim, Pajang bersifat agraris, yakni mengandalkan output pertanian dan perkebunan menjadi tulang punggung perekonomian. Pajang mengalami kemajuan pesat di bidang pertanian lantaran berada pada daratan rendah yg mempertemukan sungai Pepe dan Dengkeng, sebagai akibatnya menjadi lumbung beras utama di pulau Jawa.

Sistem pemerintahan & struktur sosial warga Pajang tak jauh beda dengan Kesultanan Demak. Raja dianggap menjadi pusat yg mempunyai kekuasaan mutlak, dan tahtanya diturunkan kepada putera pria tertua dari raja & permaisuri (garwa padmi). Apabila raja tidak memiliki putera berdasarkan permaisuri, yang dapat diangkat menjadi raja

berikutnya adalah putera tertua dari raja menggunakan selir (garwa ampeyan) atau kerabat pria raja Iainnya.

Pajang menerima imbas Islam yg cukup kental. Beberapa model adanya akulturasi kebudayaan tradisional Jawa dengan Islam antara lain adalah keluarnya kejawen, diadakannya Grebeg Syawal dan Grebeg Maulud, dan perubahan hitungan tarikh yang semula menurut peredaran mentari sebagai sirkulasi bulan.

Pada masa Kerajaan Pajang, peran Wali Songo mulai memudar. Sunan Kalijaga sempat berpesan kepada Sunan Kudus supaya para wali berperan hanya sebagai ulama dan penasehat, dan nir ikut campur pada urusan pemerintahan. Akan tetapi sepeninggal Sunan Kalijaga, Sunan Kudus justru terlibat pada upaya penghilangan nyawa Sunan Prawoto & Hadiwijaya.

Peninggalan Kerajaan Pajang tidak poly ditemukan. Di wilayah Pajang ketika ini hanya bisa ditemui reruntuhan yang dianggap menjadi petilasan keraton Pajang. Yosodipuro dan Ronggowarsito, syahdan, merupakan pujangga-pujangga kesusasteraan Jawa keturunan Prabuwijaya, raja terakhir Kerajaan Pajang.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Pajang