Pajang adalah sebuah kerajaan yg terletak di daerah Kartasura, Jawa Tengah. Nama Pajang sebenarnya sudah disebutkan pada kitab Negarakertagama menjadi bagian dari tanah kekuasaan Majapahit dalam abad ke-14. Penguasa Pajang merupakan saudara termuda Hayam Wuruk, Dyah Nertaja yg bergelar Bharata I Pajang. Pada masa itu, meskipun pada Demak mulai ada kerajaan-kerajaan kecil bercorak Islam, kewibawaan raja Majapahit masih sangat dihormati.
Babad Banten menyebutkan bahwa Pengging menjadi kerajaan kuno yg dipimpin sang Anglingdriya adalah cikal bakal kerajaan Pajang. Ketika Brawijaya sebagai raja Majapahit, putrinya yaitu Retno Ayu Pembayun diculik oleh raja Blambangan, Menak Daliputih. Jaka Sengsara berhasil merebut kembali sang putri, sehingga Brawijaya mengangkatnya sebagai bupati Pengging menggunakan gelar Andayaningrat.
Andayaningrat wafat saat terjadi perang antara Majapahit & Demak. Meskipun Majapahit mengalami kehancuran pada tahun 1625, Pengging masih berdaulat sampai pertengahan abad ke-16 di bawah pemerintahan putera mahkota Andayaningrat, Kebo Kenanga yg bergelar Ki Ageng Pengging.
Kesultanan Demak berniat untuk menaklukkan Pengging menggunakan bantuan Ki Wanapala & Sunan Kudus karena Ki Ageng Pengging dianggap melakukan pemberontakan terhadap Kesultanan Demak. Terbunulah Ki Ageng Pengging & Adiknya Ki Ageng berhasil melarikan diri yaitu Kebo Kanihara.
Ki Ageng Pengging meninggalkan seorang putera yaitu Mas Karebet yang diambil menjadi anak angkat Nyi Ageng Tingkir sepeninggal ke 2 orang tuanya. Mas Karebet atau yg lebih dikenal dengan nama Jaka Tingkir tetapkan buat mengabdi pada Kesultanan Demak. Kesultanan Demak mengutus Jaka Tingkir mendirikan Kerajaan Pajang sekaligus menjadi raja dengan sebutan Hadiwijaya.
Sementara itu, sepeninggal Sultan Trenggana, Kesultanan Demak dan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir utara pulau Jawa mengalami kemunduran. Pada tahun 1549, Arya Penangsang, bupati Jipang, berusaha merebut tahta dan mengakibatkan terbunuhnya Sunan Prawoto, pewaris tahta Kesultanan Demak. Arya Penangsang pula berusaha buat membunuh Hadiwijaya, akan tetapi gagal. Hadiwijaya dengan dukungan dari bupati Jepara, Ratu Kalinyamat, berhasil memukul mundur pasukan Arya Penangsang. Hadiwijaya sebagai pewaris tahta Kesultanan Demak, kemudian memindahkan ibu kotanya ke Pajang.
Pada tahun 1568, adipati kerajaan-kerajaan di Jawa Timur meliputi Jipang, Wirasaba/ Maja Agung, Kediri, Pasuruan, Madiun, Sedayu, Lasem, Tuban, Pati, dan Surabaya mengakui kedaulatan Kerajaan Pajang. Hal ini ditandai dengan pernikahan politik antara Panji Wiryakrama, putera adipati Surabaya, menggunakan puteri Hadiwijaya.
Hadiwijaya menghadiahkan tanah Mataram pada Ki Ageng Pamanahan & tanah Pati kepada Ki Penjawi atas jasanya dalam menumpas pasukan Arya Penangsang. Sunan Prapen meramalkan bahwa Mataram akan menjadi kerajaan yang lebih akbar daripada Kerajaan Pajang. Di lalu hari, Mataram benar-sahih semakin besar di bawah kepemimpinan Sutawijaya, putera Ki Ageng Pamanahan.
Pada tahun 1582 terjadi perang antara Pajang & Mataram karena Tumenggung Mayang, adik ipar Sutawijaya diasingkan ke Semarang oleh Hadiwijaya. Perang ini dimenangkan oleh Mataram, sementara Hadiwijaya jatuh sakit dan mangkat global.
Sepeninggal Hadiwijaya, terjadi perebutan tahta Kerajaan Pajang. Putera mahkota, Pangeran Benawa merelakan tahta Kerajaan Pajang pada Arya Panggiri, putera Sunan Prawoto dari Kesultanan Demak. Arya Panggiri menjadi raja Kerajaan Pajang menggunakan gelar Sultan Ngawantipura, sedangkan Pangeran Benawa menjadi bupati Jipang. Pemerintahan Arya
Panggiri hanya berorientasi pada usaha balas dendam terhadap Mataram sehingga kesejahteraan rakyat terabaikan. Arya Panggiri juga berupaya menggeser kedudukan para pejabat Pajang dengan mendatangkan orang-orang Demak. Akibatnya, banyak rakyat Pajang yg pindah ke Jipang & mengabdi dalam Pangeran Benawa.
Pada tahun 1586, Pangeran Benawa mengajak Sutawijaya bersekutu buat menyerbu Pajang. Perang berakhir menggunakan kekalahan Arya Panggiri, yg lalu dipulangkan ke Demak. Pangeran Benawa diangkat sebagai raja Pajang dengan gelar Prabuwijaya. Pemerintahan Prabuwijaya hanya berlangsung singkat, karena Prabuwijaya lebih memilih sebagai penyebar kepercayaan Islam.
Atas kebijakan Sutawijaya, Kerajaan Pajang dijadikan negeri bawahan Mataram menggunakan Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya, sebagai bupatinya. Pada tahun 1591 , Gagak Bening mangkat global & digantikan sang putranya. Riwayat Pajang berakhir dalam tahun 1618 setelah dihancurkan oleh pasukan Mataram di bawah Sultan Agung.
Pajang merupakan kerajaan bercorak Islam yang berada pada pedalaman pertama pada Jawa. Berbeda dengan kerajaan-kerajaan sebelumnya yg bersifat maritim, Pajang bersifat agraris, yakni mengandalkan output pertanian dan perkebunan menjadi tulang punggung perekonomian. Pajang mengalami kemajuan pesat di bidang pertanian lantaran berada pada daratan rendah yg mempertemukan sungai Pepe dan Dengkeng, sebagai akibatnya menjadi lumbung beras utama di pulau Jawa.
Sistem pemerintahan & struktur sosial warga Pajang tak jauh beda dengan Kesultanan Demak. Raja dianggap menjadi pusat yg mempunyai kekuasaan mutlak, dan tahtanya diturunkan kepada putera pria tertua dari raja & permaisuri (garwa padmi). Apabila raja tidak memiliki putera berdasarkan permaisuri, yang dapat diangkat menjadi raja
berikutnya adalah putera tertua dari raja menggunakan selir (garwa ampeyan) atau kerabat pria raja Iainnya.
Pajang menerima imbas Islam yg cukup kental. Beberapa model adanya akulturasi kebudayaan tradisional Jawa dengan Islam antara lain adalah keluarnya kejawen, diadakannya Grebeg Syawal dan Grebeg Maulud, dan perubahan hitungan tarikh yang semula menurut peredaran mentari sebagai sirkulasi bulan.
Pada masa Kerajaan Pajang, peran Wali Songo mulai memudar. Sunan Kalijaga sempat berpesan kepada Sunan Kudus supaya para wali berperan hanya sebagai ulama dan penasehat, dan nir ikut campur pada urusan pemerintahan. Akan tetapi sepeninggal Sunan Kalijaga, Sunan Kudus justru terlibat pada upaya penghilangan nyawa Sunan Prawoto & Hadiwijaya.
Peninggalan Kerajaan Pajang tidak poly ditemukan. Di wilayah Pajang ketika ini hanya bisa ditemui reruntuhan yang dianggap menjadi petilasan keraton Pajang. Yosodipuro dan Ronggowarsito, syahdan, merupakan pujangga-pujangga kesusasteraan Jawa keturunan Prabuwijaya, raja terakhir Kerajaan Pajang.
Tidak ada komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.