Social Items

Asal Mula Kerajaan Siak

Siak adalah kawasan yang berada antara Arcat dan Indragiri. Sebelum kerajaan Siak berdiri, daerah Siak adalah wilayah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Johor. Pemimpin yang memerintah dan mengawasi daerah ini adalah raja yang ditunjuk dan di angkat oleh Sultan Johor. Namun, ketika hampir 100 tahun saat daerah ini tidak ada yang memerintah karena kerajaan Johor runtuh karena adanya perebutan kekuasaan dalam tubuh kerajaan Johor sendiri.

Sejarah Kerajaan siak

Pada tahun 1717 Raja Kecik yang merupakan keturunan menurut Raja Johor berhasil merebut balik menghidupkan Johor sesudah perang saudara. Akan namun, tahun 1722 Kerajaan Johor terjadi perang saudara pulang menggunakan direbutnya kekuasaan sang Tengku Sulaiman putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah, Tengku Sulaiman adalah ipar Raja Kecik. Dalam merebut Kerajaan Johor ini, Tengku Sulaiman dibantu sang beberapa bangsawan Bugis.

Terjadilah perang saudara yang mengakibatkan kerugian yg relatif besar pada ke 2 belah pihak, maka akhirnya masing-masing pihak mengundurkan diri. Pihak Johor mengundurkan diri ke Pahang, dan Raja Kecik mengundurkan diri ke Bintan dan seterusnya mendirikan negeri baru pada pinggir Sungai Buantan anak Sungai Siak. Demikianlah awal berdirinya kerajaan Siak di Buantan.

Kerajaan siak

Pusat Kerajaan Siak tidak menetap di Buantan. Pusat kerajaan kemudian selalu berpindah-pindah dari kota Buantan pindah ke Mempura, pindah kemudian ke Senapelan Pekanbaru dan kembali lagi ke Mempura. Semasa pemerintahan Sultan Ismail dengan Sultan Assyaidis Syarif lsmail Jalil Jalaluddin yang memerintah dari tahun 1827 sampai tahun 1864 pusat Kerajaan Siak dipindahkan ke kota Siak Sri Indrapura dan akhirnya menetap di sana sampai akhirnya masa pemerintahan Sultan Siak terakhir.

Perkembangan agama Islam pada Siak, mengakibatkan tempat ini sebagai galat satu pusat penyebaran dakwah Islam, hal ini nir lepas dari penggunaan nama Siak secara luas di tempat Melayu. Pada masa pemerintahan Sultan ke-11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin yg memerintah dalam tahun 1889, dibangunlah istana yang megah terletak di kota Siak dan istana ini diberi nama Istana Asseraiyah Hasyimiah.

Lambang kerajaan siak

apabila dikaitkan menggunakan pepatah Minangkabau yang populer: Adat menurun, syara mendaki dapat bermakna masuknya Islam ke dataran tinggi pedalaman Minangkabau menurut Siak sebagai akibatnya orang-orang yg ahli dalam kepercayaan Islam, sejak dahulu hingga sekarang, masih tetap disebut dengan Orang Siak. Sementara pada Semenanjung Malaya, penyebutan Siak masih digunakan menjadi nama jabatan yang berkaitan menggunakan urusan agama Islam.

Pengaruh Minangkabau menggunakan bukti diri matrilinealnya masih mewarnai tradisi rakyat Siak meskipun sudah menerapkan aturan Islam dalam masyarakatnya, hal ini dapat dilihat dalam rapikan cara pembagian warisan, rakyat Siak mengikuti hukum waris sebagaimana berlaku dalam Islam. Namun pada hal tertentu, mereka menyepakati secara norma bahwa buat warisan dalam bentuk rumah hanya diserahkan pada anak perempuan saja.

Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dalam bidang ekonomi. Sultan Syarif Hasyim bahkan berkesempatan buat berkunjung ke Eropa yaitu Jerman & Belanda. Setelah wafat, dia digantikan oleh putranya yang masih kecil & sedang bersekolah pada Batavia yaitu Tengku Sulung Syarif Kasim & baru pada tahun 1915 beliau ditabalkan sebagai Sultan Siak ke-12 menggunakan gelar Assayaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin & terakhir terkenal dengan nama Sultan Syarif Kasim Tsani atau Sultan Syarif Kasim II.

Keruntuhan kerajaan Siak diawali menurut perluasan kolonialisasi Belanda ke tempat timur Pulau Sumatra, Ekspansi Belanda tersebut nir bisa dihadang oleh Kesultanan Siak, impak perluasan Belanda sedikit-sedikit mulai terlihat dengan runtuhnya Kesultanan Deli, Kesultanan Asahan & Kesultanan Langkat, kemudian muncul Inderagiri menjadi tempat mandiri. Begitu juga kerajaan Johor yang kembali berdiri menggunakan

dipimpin sang seorang sultan dari keturunan Tumenggung Johor, kerajaan Johor ini berada pada proteksi lnggris pada Singapura. Tidak mau kalah dengan lnggris, Belanda kemudian memulihkan kedudukan Yang Dipertuan Muda pada Pulau Penyengat dan kemudian mendirikan Kesultanan Lingga di Pulau Lingga. Selain itu Belanda juga mempersempit daerah kedaulatan Siak, dengan mendirikan Residentie Riouw pemerintahan Hindia-Belanda yang berkedudukan pada Tanjung Pinang.

Pada tahun 1840 penguasaan lnggris atas Selat Melaka memaksa Sultan Siak buat menerima tawaran perjanjian baru mengganti perjanjian yang sudah mereka buat sebelumnya dalam tahun 1819. Di pada perjanjian tadi tak lain mengakibatkan Kesultanan Siak semakin kecil & terjepit di antara daerah kerajaan-kerajaan mini yg menerima proteksi dari lnggris. Demikian jua pihak Belanda memaksa Sultan Siak menandatangani perjanjian dalam 1 Februari 1858 yang berakibat daerah Siak menjadi salah satu bagian dari pemerintahan Hindia-Belanda, kerajaan Siak Sri Inderapura benar-benar kehilangan kedaulatannya sehabis perjanjian dengan Belanda tadi, ditambah aturan bahwa dalam setiap pengangkatan raja Siak mesti mendapat persetujuan berdasarkan Belanda. Tidak berhenti hingga disitu Belanda mendirikan pos militer di Bengkalis dan melarang Sultan Siak menciptakan perjanjian menggunakan pihak asing tanpa persetujuan Residen Riau pemerintahan Hindia-Belanda menjadi usaha Belanda dalam supervisi dan control wilayah.

Pengaruh hegemoni Kesultanan Siak atas daerah-daerah yg pernah dikuasainya lenyap sama sekali sesudah adanya perubahan peta politik atas penguasaan jalur Selat Malaka, lalu adanya pertikaian internal Siak & persaingan menggunakan lnggris & Belanda. Tarik ulur kepentingan kekuatan asing terlihat dalam Perjanjian Sumatra antara pihak lnggris dan Belanda, membuahkan Siak berada dalam posisi yang dilematis, berada dalam posisi tawar yg lemah.

Kemudian menurut perjanjian pada 26 Juli 1873, pemerintah Hindia-Belanda memaksa Sultan Siak, buat menyerahkan wilayah Bengkalis kepada Residen Riau. Tetapi, di tengah tekanan tersebut Kesultanan Siak tetap masih bisa bertahan hingga masa kemerdekaan Indonesia, walau pada masa pendudukan tentara Jepang sebagian besar kekuatan militer Kesultanan Siak dipercaya telah tidak berarti Iagi. Dan Sultan Syarif Kasim II, merupakan Sultan Siak terakhir yang nir mempunyai putra, seiring menggunakan kemerdekaan Indonesia, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan negara Republik Indonesia. Dimana penyerahan ini adalah berakhirnya kekuasaan kerajaan Siak di Nusantara.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Siak Sri Indrapura

SEMINAI

Asal Mula Kerajaan Siak

Siak adalah kawasan yang berada antara Arcat dan Indragiri. Sebelum kerajaan Siak berdiri, daerah Siak adalah wilayah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Johor. Pemimpin yang memerintah dan mengawasi daerah ini adalah raja yang ditunjuk dan di angkat oleh Sultan Johor. Namun, ketika hampir 100 tahun saat daerah ini tidak ada yang memerintah karena kerajaan Johor runtuh karena adanya perebutan kekuasaan dalam tubuh kerajaan Johor sendiri.

Sejarah Kerajaan siak

Pada tahun 1717 Raja Kecik yang merupakan keturunan menurut Raja Johor berhasil merebut balik menghidupkan Johor sesudah perang saudara. Akan namun, tahun 1722 Kerajaan Johor terjadi perang saudara pulang menggunakan direbutnya kekuasaan sang Tengku Sulaiman putera Sultan Abdul Jalil Riayat Syah, Tengku Sulaiman adalah ipar Raja Kecik. Dalam merebut Kerajaan Johor ini, Tengku Sulaiman dibantu sang beberapa bangsawan Bugis.

Terjadilah perang saudara yang mengakibatkan kerugian yg relatif besar pada ke 2 belah pihak, maka akhirnya masing-masing pihak mengundurkan diri. Pihak Johor mengundurkan diri ke Pahang, dan Raja Kecik mengundurkan diri ke Bintan dan seterusnya mendirikan negeri baru pada pinggir Sungai Buantan anak Sungai Siak. Demikianlah awal berdirinya kerajaan Siak di Buantan.

Kerajaan siak

Pusat Kerajaan Siak tidak menetap di Buantan. Pusat kerajaan kemudian selalu berpindah-pindah dari kota Buantan pindah ke Mempura, pindah kemudian ke Senapelan Pekanbaru dan kembali lagi ke Mempura. Semasa pemerintahan Sultan Ismail dengan Sultan Assyaidis Syarif lsmail Jalil Jalaluddin yang memerintah dari tahun 1827 sampai tahun 1864 pusat Kerajaan Siak dipindahkan ke kota Siak Sri Indrapura dan akhirnya menetap di sana sampai akhirnya masa pemerintahan Sultan Siak terakhir.

Perkembangan agama Islam pada Siak, mengakibatkan tempat ini sebagai galat satu pusat penyebaran dakwah Islam, hal ini nir lepas dari penggunaan nama Siak secara luas di tempat Melayu. Pada masa pemerintahan Sultan ke-11 yaitu Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin yg memerintah dalam tahun 1889, dibangunlah istana yang megah terletak di kota Siak dan istana ini diberi nama Istana Asseraiyah Hasyimiah.

Lambang kerajaan siak

apabila dikaitkan menggunakan pepatah Minangkabau yang populer: Adat menurun, syara mendaki dapat bermakna masuknya Islam ke dataran tinggi pedalaman Minangkabau menurut Siak sebagai akibatnya orang-orang yg ahli dalam kepercayaan Islam, sejak dahulu hingga sekarang, masih tetap disebut dengan Orang Siak. Sementara pada Semenanjung Malaya, penyebutan Siak masih digunakan menjadi nama jabatan yang berkaitan menggunakan urusan agama Islam.

Pengaruh Minangkabau menggunakan bukti diri matrilinealnya masih mewarnai tradisi rakyat Siak meskipun sudah menerapkan aturan Islam dalam masyarakatnya, hal ini dapat dilihat dalam rapikan cara pembagian warisan, rakyat Siak mengikuti hukum waris sebagaimana berlaku dalam Islam. Namun pada hal tertentu, mereka menyepakati secara norma bahwa buat warisan dalam bentuk rumah hanya diserahkan pada anak perempuan saja.

Pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim ini Siak mengalami kemajuan terutama dalam bidang ekonomi. Sultan Syarif Hasyim bahkan berkesempatan buat berkunjung ke Eropa yaitu Jerman & Belanda. Setelah wafat, dia digantikan oleh putranya yang masih kecil & sedang bersekolah pada Batavia yaitu Tengku Sulung Syarif Kasim & baru pada tahun 1915 beliau ditabalkan sebagai Sultan Siak ke-12 menggunakan gelar Assayaidis Syarif Kasim Abdul Jalil Syaifuddin & terakhir terkenal dengan nama Sultan Syarif Kasim Tsani atau Sultan Syarif Kasim II.

Keruntuhan kerajaan Siak diawali menurut perluasan kolonialisasi Belanda ke tempat timur Pulau Sumatra, Ekspansi Belanda tersebut nir bisa dihadang oleh Kesultanan Siak, impak perluasan Belanda sedikit-sedikit mulai terlihat dengan runtuhnya Kesultanan Deli, Kesultanan Asahan & Kesultanan Langkat, kemudian muncul Inderagiri menjadi tempat mandiri. Begitu juga kerajaan Johor yang kembali berdiri menggunakan

dipimpin sang seorang sultan dari keturunan Tumenggung Johor, kerajaan Johor ini berada pada proteksi lnggris pada Singapura. Tidak mau kalah dengan lnggris, Belanda kemudian memulihkan kedudukan Yang Dipertuan Muda pada Pulau Penyengat dan kemudian mendirikan Kesultanan Lingga di Pulau Lingga. Selain itu Belanda juga mempersempit daerah kedaulatan Siak, dengan mendirikan Residentie Riouw pemerintahan Hindia-Belanda yang berkedudukan pada Tanjung Pinang.

Pada tahun 1840 penguasaan lnggris atas Selat Melaka memaksa Sultan Siak buat menerima tawaran perjanjian baru mengganti perjanjian yang sudah mereka buat sebelumnya dalam tahun 1819. Di pada perjanjian tadi tak lain mengakibatkan Kesultanan Siak semakin kecil & terjepit di antara daerah kerajaan-kerajaan mini yg menerima proteksi dari lnggris. Demikian jua pihak Belanda memaksa Sultan Siak menandatangani perjanjian dalam 1 Februari 1858 yang berakibat daerah Siak menjadi salah satu bagian dari pemerintahan Hindia-Belanda, kerajaan Siak Sri Inderapura benar-benar kehilangan kedaulatannya sehabis perjanjian dengan Belanda tadi, ditambah aturan bahwa dalam setiap pengangkatan raja Siak mesti mendapat persetujuan berdasarkan Belanda. Tidak berhenti hingga disitu Belanda mendirikan pos militer di Bengkalis dan melarang Sultan Siak menciptakan perjanjian menggunakan pihak asing tanpa persetujuan Residen Riau pemerintahan Hindia-Belanda menjadi usaha Belanda dalam supervisi dan control wilayah.

Pengaruh hegemoni Kesultanan Siak atas daerah-daerah yg pernah dikuasainya lenyap sama sekali sesudah adanya perubahan peta politik atas penguasaan jalur Selat Malaka, lalu adanya pertikaian internal Siak & persaingan menggunakan lnggris & Belanda. Tarik ulur kepentingan kekuatan asing terlihat dalam Perjanjian Sumatra antara pihak lnggris dan Belanda, membuahkan Siak berada dalam posisi yang dilematis, berada dalam posisi tawar yg lemah.

Kemudian menurut perjanjian pada 26 Juli 1873, pemerintah Hindia-Belanda memaksa Sultan Siak, buat menyerahkan wilayah Bengkalis kepada Residen Riau. Tetapi, di tengah tekanan tersebut Kesultanan Siak tetap masih bisa bertahan hingga masa kemerdekaan Indonesia, walau pada masa pendudukan tentara Jepang sebagian besar kekuatan militer Kesultanan Siak dipercaya telah tidak berarti Iagi. Dan Sultan Syarif Kasim II, merupakan Sultan Siak terakhir yang nir mempunyai putra, seiring menggunakan kemerdekaan Indonesia, Sultan Syarif Kasim II menyatakan kerajaannya bergabung dengan negara Republik Indonesia. Dimana penyerahan ini adalah berakhirnya kekuasaan kerajaan Siak di Nusantara.

Tidak ada komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.