Social Items

Perlak yang terletak di Aceh Timur disebut sebagai kerajaan Islam pertama (tertua) di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara. Hal itu didasarkan pada satu dokumen tertua bernama kitab Idharul Haq Fi Mamlakatil Peureulak karangan Abu Ishak Al-Makarani Sulaiman Al-Pasy.

Namun demikian, kitab yang dijadikan sumber satu-satunya tersebut juga menyisakan keraguan. Sebagian sejarawan meragukan keabsahan dari kitab tersebut, apa lagi kitab yang diperlihatkan dalam sebuah seminar penetapan bahwa Perlak itu kerajaan Islam pertama di Nusantara tersebut bukan dalam bentuk asli dan sudah tidak utuh lagi, melainkan hanya Iembaran lepas.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Perlak
Kerajaan perlak
Kitab itu sendiri masih misteri, karena sampai sekarang belum ditemukan dalam bentuk aslinya sehingga ada yang mengatakan bahwa kitab Idharul Haq Fi Mamlakatil Peureulak hanya satu rekayasa sejarah untuk menguatkan pendapat bahwa berdasarkan kitab itu, Perlak adalah benar-benar kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara. Banyak peneliti sejarah yang secara kritis meragukan Perlak sebagai tempat pertama berdirinya kerajaan Islam besar di Aceh.

Baca juga:

  • Sejarah kerajaan Samudera Pasai
  • Kejayaan dan Keruntuhan samudera pasai

Hal itu juga diperkuat dengan belum ditemukannya artefak-artefak atau situs-situs tertua peninggalan sejarah sehingga para peneliti lebih cenderung menyimpulkan kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara adalah Kerajaan Islam Samudra Pasai yang terdapat di Aceh Utara. Banyak bukti yang meyakinkan, baik dalam bentuk teks maupun benda-benda arkeologis Iainnya, seperti mata uang dirham Pasai dan batu-batu nisan yang bertuliskan tahun wafatnya para Sultan Kerajaan Islam Samudra Pasai.

Keraguan para sejarawan tentang Kerajaan Perlak sebagai bekas kerajaan Islam pertama yang hanya mengambil dari sumber kitab Idharul Haq Fi MamlakatiI Peureulak perlu ditelaah lebih jauh lagi. Namun demikian, pembahasan tentang Kerajaan Perlak kali ini bukanlah perdebatan tentang status kutertuan Kerajaan Perlak di Nusantara, melainkan uraian tentang Kerajaan Perlak itu sendiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang bersejarah dan sebagai bukti bahwa Islam ketika itu sudah memiliki akar kuat untuk menancapkan pengaruh serta ajaran-ajarannya di Nusantara.

Perlak adalah sebuah kerajaan dengan masa pemerintahan cukup panjang. Kerajaan yang berdiri pada tahun 840 ini berakhir pada tahun 1292 karena bergabung dengan Kerajaan Samudra Pasai. Sejarah Kerajaan Perlak tidak terlepas dari kisah seorang Sayid Maulana Ali Al-Muktabar yang datang ke Perlak beserta orang-orang Arab dari Bani Hasyim atau keturunan Rasulullah saw lainnya yang datang ke Aceh dan wilayah Nusantara lainnya. Mereka datang ke Aceh dalam rangka melakukan perdagangan sekaligus menyiarkan agama Islam. Mereka kemudian berbaur dan menikah dengan penduduk setempat.

Seperti diketahui dalam sejarah Islam, setelah masa AI-Khulafaur Al Rasyidin berakhir, secara politik muncullah dua dinasti besar, yakni Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah. Berangkat dari perbedaan politik, pada waktu yang sama, muncul pula banyak aliran pemahaman dan pengamalan Islam, seperti aliran Sunni, Syiah, Khawarij dan Iain-lain.

Sementara itu, Dinasti Umayyah dan Abbasiyah sangat menentang aliran Syiah yang dipimpin oleh keturunan Ali bin Abi Thalib yang juga menantu Rasulullah saw. Oleh karena itu, tidak mengherankan aliran Syiah pada era dua dinasti ini tidak mendapatkan tempat yang aman. Karena jumlahnya minoritas, banyak penganut Syiah terpaksa harus menyingkir dari wilayah yang dikuasai oleh dua dinasti tersebut.

Pada masa Khalifah AI Makmun bin Harun AI Rasyid (167-219 H/813-833M), salah satu keturunan Ali bin Abi Thalib di Mekkah yang bernama Muhammad bin Ja’far Al Shadiq menentang pemerintahan yang berpusat di Baghdad. Muhammad bin Ja'far Al Shadiq adalah Imam Syiah ke 6 yang juga masih keturunan Rasulullah saw. Adapun silsilahnya sampai ke Rasulullah saw adalah sebagai berikut: Muhammad bin Ja'far AI Shadiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Muhammad Zain Al Abidin bin Husain Al Syahid bin Fatimah binti Muhammad saw.

Khalifah Al Makmun akhirnya mengirim pasukan ke Mekkah untuk meredakan pemberontakan kaum Syiah yang di pimpin oleh Muhammad bin Ja’far Al Shadiq tersebut. Kaum pemberontak dapat ditumpas, namun Muhamad bin Ja’far Al Shadiq dan para penganutnya tidak dibunuh, tetapi disarankan oleh Khalifah Al Makmun untuk berhijrah dan menyebarkan Islam ke Hindi, Asia Tenggara, dan daerah sekitarnya. Sebagai tindak lanjut, maka berangkatlah satu kapal yang memuat rombongan angkatan dakwah yang kemudian hari dikenal di Aceh dengan sebutan "Nakhoda Khalifah” yang mempunyai misi menyebarkan Islam.

Salah satu anggota dari Nakhoda Khalifah itu adalah Sayid Ali Al Muktabar bin Muhammad Diba'i bin Imam Ja’far Al Shadiq. Menurut kitab ldharul Haq Fi Mamlakatil Peureulak, pada tahun 173 H (800 M), Bandar Perlak disinggahi oleh kapal yang membawa kurang lebih 100 orang dai yang terdiri atas orang Arab dari suku Quraisy, Palestina, Persia, dan India di bawah pimpinan Nakhoda Khalifah.

Mereka datang untuk berdagang sekaligus sambil berdakwah. Setiap orang mempunyai keterampilan khusus baik di bidang pertanian, kesehatan, pemerintahan, strategi, taktik perang, maupun keahlian ke ahlian Iainnya.

Ketika sampai di Perlak, rombongan Nakhoda Khalifah disambut dengan damai oleh penduduk dan penguasa Perlak yang berkuasa saat itu, yakni Meurah Syahir Nuwi. Dengan cara dakwah yang sangat menarik, akhirnya Meurah Syahir Nuwi memeluk agama Islam sehingga menjadi penguasa pertama yang menganut Islam di Perlak. Di sisi Iain, sambil berdakwah, mereka juga menularkan keahlian itu kepada penduduk lokal secara perlahan lahan untuk diterapkan dalam kehidupan mereka.

Baca juga:

  • Sejarah serangan umat islam dalam usaha menaklukkan Konstantinopel
  • Sejarah serangan kedua umat islam dalam menaklukkan Konstantinopel

peninggalan kerajaan perlak

Kegiatan-kegiatan ini rupanya menarik penduduk lokal sehingga seiring berjalannya waktu, mereka tertarik masuk Islam secara suka rela. Dari sebagian anggota rombongan tersebut menikah dengan penduduk lokal, termasuk Sayid Ali Al-Muktabar yang menikah dengan adik Syahir Nuwi yang bernama Putri Tansyir Dewi. Pernikahan Sayid Ali AI-Muktabar ini dianugerahi seorang putra bernama Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Sayid Maulana Abdul Aziz Syah ini ketika dewasa dinobatkan menjadi sultan pertama Kerajaan Islam Perlak, bertepatan pada tanggal 1 Muharram 225 H.

Dengan berdirinya Kerajaan Islam Perlak, semakin banyak orang Arab yang datang untuk berdagang, baik dari kalangan Syiah maupun Sunni. Mereka tidak hanya berdagang, tetapi juga menyebarkan ajaran Islam yang mereka yakini. Kalangan Sunni memengaruhi elite lokal yang juga masih kerabat istana Perlak.

Sementara itu, kedua aliran ini (Syiah dan Sunni) terus menyebarkan pengaruhnya hingga sampai pada perebutan kekuasaan dan perlawanan terbuka yang terjadi pada masa sultan Perlak keempat, yakni Sultan Sayid Maulana Ali Mughayat Syah (915-918 M). Perebutan akhirnya dimenangkan pihak Sunni sekaligus menandai keruntuhan Dinasti Sayid atau Aziziyah dan Iahirnya Dinasti Makhdum. Dengan demikian, sultan kelima Perlak sekaligus sultan pertama dari kalangan Sunni adalah Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Syah Johan Berdaulat (918-922 M).

Untuk stabilitas Perlak, golongan Syiah diangkat menjadi perdana menteri. Wakil Syiah Maulana Abdullah pun diangkat menjadi perdana menteri oleh sultan Perlak keenam, yakni Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat (922-946 M). Sultan Muhammad Amin Syah sendiri adalah seorang ulama besar sekaligus pengasuh pondok pesantren Cot Kala. Namun demikian, ternyata pengangkatan Maulana Abdullah sebagai perdana menteri belum mampu meredam perlawanan kaum Syiah sampai akhirnya terjadi perang saudara pada masa sultan ketujuh, yakni pada masa kekuasaan Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah Johan Berdaulat (946-973 M).

Perang ini berlangsung sampai empat tahun dan baru berakhir setelah dibuat perjanjian damai yang dikenal dengan Perjanjian Alue Meuh pada tanggal 10 Muharram 353 H. Perjanjian tersebut mengatur pembagian Perlak menjadi dua: Perlak Baroh (berpusat di Bandar Khalifah) dengan wilayah di pesisir pantai diserahkan kepada Dinasti Aziziyah dan Perlak Tunong dengan wilayah di pedalaman diserahkan kepada Dinasti Makhdum. Sejak saat itu, tercapailah perdamaian antara kedua aliran tersebut dan Islam semakin menyebar di Sumatra bagian utara.

Namun demikian, Islam Syiah tidak berkembang karena Perlak Baroh dihancurkan Sriwijaya dalam suatu serangan tahun 986. Pada saat itu, Perlak Baroh dipimpin Sultan Sayid Maulana Mahmud Syah (976-988). Sultan Sayid Maulana Mahmud Syah juga meninggal dalam usaha mempertahankan kerajaannya. Kerajaan Perlak Tunong yang dikuasai kaum Sunni selamat karena Sriwijaya terpaksa harus menarik mundur pasukannya dari Perlak karena mendapat ancaman dari Dharma Bangsa dan Jawa.

Islam Sunni terus berkembang bahkan pada zaman Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat (1012-1059 M) menyatukan kedua wilayah Perlak tersebut dalam satu bendera Perlak. Bahkan gerakan Sunni berhasil mengislamkan Raja Lingga, Adi Genali, melalui utusannya yang bernama Syekh Sirajuddin.

Sejak berdiri sampai bergabungnya Perlak dengan kerajaan Samudra Pasai, terdapat 19 orang raja yang memerintah. Raja yang pertama ialah Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah (225-249 H/840-964 M). Sultan bernama asli Saiyid Abdul Aziz tersebut pada tanggal 1 Muhharam 225 H dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Perlak. Setelah pengangkatan ini, Bandar Perlak diubah menjadi Bandar Khalifah. Sementara itu, kerajaan ini mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M). Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat, terutama dalam bidang pendidikan Islam dan perluasan dakwah Islam.

Sultan mengawinkan dua putrinya: Putri Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan Sultan Malik Al-Saleh dari Samudra Pasai serta Putri Ratna Kumala dengan Raja Tumasik (Singapura sekarang). Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat kemudian digantikan oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (662-692 H/1263-1292 M). Inilah sultan terakhir Perlak. Setelah wafat, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai dengan raja Muhammad Malik Al-Dhahir, putra Sultan Malik Al-Saleh dengan Putri Ganggang Sari.

Para Sultan Perlak dapat dikelompokkan menjadi dua dinasti, yaitu Dinasti Sayid Maulana Abdul Azis Syah dan Dinasti Johan Berdaulat. Di bawah ini merupakan nama-nama sultan yang memerintah Kerajaan Perlak:

  1. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Azis Syah (840-864) berpaham sunni.
  2. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Rahim Syah (864-888) berpaham sunni.
  3. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah (888-913) berpaham sunni.
  4. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Ali Mughat Syah (915-918) berpaham syiah.
  5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir (928-932) berpaham syiah.
  6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin (932-956) berpaham syiah.
  7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik (956-983) berpaham syiah.
  8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim (986-1023) berpaham sunni.
  9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud (1023-1059) berpaham sunni.
  10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur (1059-1078) berpaham sunni.
  11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah (1078-1109) berpaham sunni
  12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad (1109-1135) berpaham sunni
  13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud (1135-1160) berpaham sunni.
  14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad (1173-1200) berpaham sunni.
  15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Jalil (1200-1230) berpaham sunni.
  16. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad (1173-1200) berpaham sunni.
  17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Jalil (1200-1230) berpaham sunni.

Itulah sejarah berdirinya kerjaan Perlak semoga tulisan ini bermanfaat. Dan menjadi sumber referensi terpercaya buat pembaca. Terima kasih

Sejarah Berdirinya Kerajaan Perlak

SEMINAI

Perlak yang terletak di Aceh Timur disebut sebagai kerajaan Islam pertama (tertua) di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara. Hal itu didasarkan pada satu dokumen tertua bernama kitab Idharul Haq Fi Mamlakatil Peureulak karangan Abu Ishak Al-Makarani Sulaiman Al-Pasy.

Namun demikian, kitab yang dijadikan sumber satu-satunya tersebut juga menyisakan keraguan. Sebagian sejarawan meragukan keabsahan dari kitab tersebut, apa lagi kitab yang diperlihatkan dalam sebuah seminar penetapan bahwa Perlak itu kerajaan Islam pertama di Nusantara tersebut bukan dalam bentuk asli dan sudah tidak utuh lagi, melainkan hanya Iembaran lepas.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Perlak
Kerajaan perlak
Kitab itu sendiri masih misteri, karena sampai sekarang belum ditemukan dalam bentuk aslinya sehingga ada yang mengatakan bahwa kitab Idharul Haq Fi Mamlakatil Peureulak hanya satu rekayasa sejarah untuk menguatkan pendapat bahwa berdasarkan kitab itu, Perlak adalah benar-benar kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara. Banyak peneliti sejarah yang secara kritis meragukan Perlak sebagai tempat pertama berdirinya kerajaan Islam besar di Aceh.

Baca juga:

  • Sejarah kerajaan Samudera Pasai
  • Kejayaan dan Keruntuhan samudera pasai

Hal itu juga diperkuat dengan belum ditemukannya artefak-artefak atau situs-situs tertua peninggalan sejarah sehingga para peneliti lebih cenderung menyimpulkan kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara adalah Kerajaan Islam Samudra Pasai yang terdapat di Aceh Utara. Banyak bukti yang meyakinkan, baik dalam bentuk teks maupun benda-benda arkeologis Iainnya, seperti mata uang dirham Pasai dan batu-batu nisan yang bertuliskan tahun wafatnya para Sultan Kerajaan Islam Samudra Pasai.

Keraguan para sejarawan tentang Kerajaan Perlak sebagai bekas kerajaan Islam pertama yang hanya mengambil dari sumber kitab Idharul Haq Fi MamlakatiI Peureulak perlu ditelaah lebih jauh lagi. Namun demikian, pembahasan tentang Kerajaan Perlak kali ini bukanlah perdebatan tentang status kutertuan Kerajaan Perlak di Nusantara, melainkan uraian tentang Kerajaan Perlak itu sendiri sebagai sebuah kerajaan Islam yang bersejarah dan sebagai bukti bahwa Islam ketika itu sudah memiliki akar kuat untuk menancapkan pengaruh serta ajaran-ajarannya di Nusantara.

Perlak adalah sebuah kerajaan dengan masa pemerintahan cukup panjang. Kerajaan yang berdiri pada tahun 840 ini berakhir pada tahun 1292 karena bergabung dengan Kerajaan Samudra Pasai. Sejarah Kerajaan Perlak tidak terlepas dari kisah seorang Sayid Maulana Ali Al-Muktabar yang datang ke Perlak beserta orang-orang Arab dari Bani Hasyim atau keturunan Rasulullah saw lainnya yang datang ke Aceh dan wilayah Nusantara lainnya. Mereka datang ke Aceh dalam rangka melakukan perdagangan sekaligus menyiarkan agama Islam. Mereka kemudian berbaur dan menikah dengan penduduk setempat.

Seperti diketahui dalam sejarah Islam, setelah masa AI-Khulafaur Al Rasyidin berakhir, secara politik muncullah dua dinasti besar, yakni Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah. Berangkat dari perbedaan politik, pada waktu yang sama, muncul pula banyak aliran pemahaman dan pengamalan Islam, seperti aliran Sunni, Syiah, Khawarij dan Iain-lain.

Sementara itu, Dinasti Umayyah dan Abbasiyah sangat menentang aliran Syiah yang dipimpin oleh keturunan Ali bin Abi Thalib yang juga menantu Rasulullah saw. Oleh karena itu, tidak mengherankan aliran Syiah pada era dua dinasti ini tidak mendapatkan tempat yang aman. Karena jumlahnya minoritas, banyak penganut Syiah terpaksa harus menyingkir dari wilayah yang dikuasai oleh dua dinasti tersebut.

Pada masa Khalifah AI Makmun bin Harun AI Rasyid (167-219 H/813-833M), salah satu keturunan Ali bin Abi Thalib di Mekkah yang bernama Muhammad bin Ja’far Al Shadiq menentang pemerintahan yang berpusat di Baghdad. Muhammad bin Ja'far Al Shadiq adalah Imam Syiah ke 6 yang juga masih keturunan Rasulullah saw. Adapun silsilahnya sampai ke Rasulullah saw adalah sebagai berikut: Muhammad bin Ja'far AI Shadiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Muhammad Zain Al Abidin bin Husain Al Syahid bin Fatimah binti Muhammad saw.

Khalifah Al Makmun akhirnya mengirim pasukan ke Mekkah untuk meredakan pemberontakan kaum Syiah yang di pimpin oleh Muhammad bin Ja’far Al Shadiq tersebut. Kaum pemberontak dapat ditumpas, namun Muhamad bin Ja’far Al Shadiq dan para penganutnya tidak dibunuh, tetapi disarankan oleh Khalifah Al Makmun untuk berhijrah dan menyebarkan Islam ke Hindi, Asia Tenggara, dan daerah sekitarnya. Sebagai tindak lanjut, maka berangkatlah satu kapal yang memuat rombongan angkatan dakwah yang kemudian hari dikenal di Aceh dengan sebutan "Nakhoda Khalifah” yang mempunyai misi menyebarkan Islam.

Salah satu anggota dari Nakhoda Khalifah itu adalah Sayid Ali Al Muktabar bin Muhammad Diba'i bin Imam Ja’far Al Shadiq. Menurut kitab ldharul Haq Fi Mamlakatil Peureulak, pada tahun 173 H (800 M), Bandar Perlak disinggahi oleh kapal yang membawa kurang lebih 100 orang dai yang terdiri atas orang Arab dari suku Quraisy, Palestina, Persia, dan India di bawah pimpinan Nakhoda Khalifah.

Mereka datang untuk berdagang sekaligus sambil berdakwah. Setiap orang mempunyai keterampilan khusus baik di bidang pertanian, kesehatan, pemerintahan, strategi, taktik perang, maupun keahlian ke ahlian Iainnya.

Ketika sampai di Perlak, rombongan Nakhoda Khalifah disambut dengan damai oleh penduduk dan penguasa Perlak yang berkuasa saat itu, yakni Meurah Syahir Nuwi. Dengan cara dakwah yang sangat menarik, akhirnya Meurah Syahir Nuwi memeluk agama Islam sehingga menjadi penguasa pertama yang menganut Islam di Perlak. Di sisi Iain, sambil berdakwah, mereka juga menularkan keahlian itu kepada penduduk lokal secara perlahan lahan untuk diterapkan dalam kehidupan mereka.

Baca juga:

  • Sejarah serangan umat islam dalam usaha menaklukkan Konstantinopel
  • Sejarah serangan kedua umat islam dalam menaklukkan Konstantinopel

peninggalan kerajaan perlak

Kegiatan-kegiatan ini rupanya menarik penduduk lokal sehingga seiring berjalannya waktu, mereka tertarik masuk Islam secara suka rela. Dari sebagian anggota rombongan tersebut menikah dengan penduduk lokal, termasuk Sayid Ali Al-Muktabar yang menikah dengan adik Syahir Nuwi yang bernama Putri Tansyir Dewi. Pernikahan Sayid Ali AI-Muktabar ini dianugerahi seorang putra bernama Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Sayid Maulana Abdul Aziz Syah ini ketika dewasa dinobatkan menjadi sultan pertama Kerajaan Islam Perlak, bertepatan pada tanggal 1 Muharram 225 H.

Dengan berdirinya Kerajaan Islam Perlak, semakin banyak orang Arab yang datang untuk berdagang, baik dari kalangan Syiah maupun Sunni. Mereka tidak hanya berdagang, tetapi juga menyebarkan ajaran Islam yang mereka yakini. Kalangan Sunni memengaruhi elite lokal yang juga masih kerabat istana Perlak.

Sementara itu, kedua aliran ini (Syiah dan Sunni) terus menyebarkan pengaruhnya hingga sampai pada perebutan kekuasaan dan perlawanan terbuka yang terjadi pada masa sultan Perlak keempat, yakni Sultan Sayid Maulana Ali Mughayat Syah (915-918 M). Perebutan akhirnya dimenangkan pihak Sunni sekaligus menandai keruntuhan Dinasti Sayid atau Aziziyah dan Iahirnya Dinasti Makhdum. Dengan demikian, sultan kelima Perlak sekaligus sultan pertama dari kalangan Sunni adalah Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Syah Johan Berdaulat (918-922 M).

Untuk stabilitas Perlak, golongan Syiah diangkat menjadi perdana menteri. Wakil Syiah Maulana Abdullah pun diangkat menjadi perdana menteri oleh sultan Perlak keenam, yakni Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan Berdaulat (922-946 M). Sultan Muhammad Amin Syah sendiri adalah seorang ulama besar sekaligus pengasuh pondok pesantren Cot Kala. Namun demikian, ternyata pengangkatan Maulana Abdullah sebagai perdana menteri belum mampu meredam perlawanan kaum Syiah sampai akhirnya terjadi perang saudara pada masa sultan ketujuh, yakni pada masa kekuasaan Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah Johan Berdaulat (946-973 M).

Perang ini berlangsung sampai empat tahun dan baru berakhir setelah dibuat perjanjian damai yang dikenal dengan Perjanjian Alue Meuh pada tanggal 10 Muharram 353 H. Perjanjian tersebut mengatur pembagian Perlak menjadi dua: Perlak Baroh (berpusat di Bandar Khalifah) dengan wilayah di pesisir pantai diserahkan kepada Dinasti Aziziyah dan Perlak Tunong dengan wilayah di pedalaman diserahkan kepada Dinasti Makhdum. Sejak saat itu, tercapailah perdamaian antara kedua aliran tersebut dan Islam semakin menyebar di Sumatra bagian utara.

Namun demikian, Islam Syiah tidak berkembang karena Perlak Baroh dihancurkan Sriwijaya dalam suatu serangan tahun 986. Pada saat itu, Perlak Baroh dipimpin Sultan Sayid Maulana Mahmud Syah (976-988). Sultan Sayid Maulana Mahmud Syah juga meninggal dalam usaha mempertahankan kerajaannya. Kerajaan Perlak Tunong yang dikuasai kaum Sunni selamat karena Sriwijaya terpaksa harus menarik mundur pasukannya dari Perlak karena mendapat ancaman dari Dharma Bangsa dan Jawa.

Islam Sunni terus berkembang bahkan pada zaman Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan Berdaulat (1012-1059 M) menyatukan kedua wilayah Perlak tersebut dalam satu bendera Perlak. Bahkan gerakan Sunni berhasil mengislamkan Raja Lingga, Adi Genali, melalui utusannya yang bernama Syekh Sirajuddin.

Sejak berdiri sampai bergabungnya Perlak dengan kerajaan Samudra Pasai, terdapat 19 orang raja yang memerintah. Raja yang pertama ialah Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah (225-249 H/840-964 M). Sultan bernama asli Saiyid Abdul Aziz tersebut pada tanggal 1 Muhharam 225 H dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Perlak. Setelah pengangkatan ini, Bandar Perlak diubah menjadi Bandar Khalifah. Sementara itu, kerajaan ini mengalami masa kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M). Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat, terutama dalam bidang pendidikan Islam dan perluasan dakwah Islam.

Sultan mengawinkan dua putrinya: Putri Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan Sultan Malik Al-Saleh dari Samudra Pasai serta Putri Ratna Kumala dengan Raja Tumasik (Singapura sekarang). Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat kemudian digantikan oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (662-692 H/1263-1292 M). Inilah sultan terakhir Perlak. Setelah wafat, Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudra Pasai dengan raja Muhammad Malik Al-Dhahir, putra Sultan Malik Al-Saleh dengan Putri Ganggang Sari.

Para Sultan Perlak dapat dikelompokkan menjadi dua dinasti, yaitu Dinasti Sayid Maulana Abdul Azis Syah dan Dinasti Johan Berdaulat. Di bawah ini merupakan nama-nama sultan yang memerintah Kerajaan Perlak:

  1. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Azis Syah (840-864) berpaham sunni.
  2. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abdul Rahim Syah (864-888) berpaham sunni.
  3. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Abbas Syah (888-913) berpaham sunni.
  4. Sultan Alaiddin Sayid Maulana Ali Mughat Syah (915-918) berpaham syiah.
  5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir (928-932) berpaham syiah.
  6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin (932-956) berpaham syiah.
  7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik (956-983) berpaham syiah.
  8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim (986-1023) berpaham sunni.
  9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud (1023-1059) berpaham sunni.
  10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur (1059-1078) berpaham sunni.
  11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah (1078-1109) berpaham sunni
  12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad (1109-1135) berpaham sunni
  13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud (1135-1160) berpaham sunni.
  14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad (1173-1200) berpaham sunni.
  15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Jalil (1200-1230) berpaham sunni.
  16. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad (1173-1200) berpaham sunni.
  17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Jalil (1200-1230) berpaham sunni.

Itulah sejarah berdirinya kerjaan Perlak semoga tulisan ini bermanfaat. Dan menjadi sumber referensi terpercaya buat pembaca. Terima kasih

Tidak ada komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.