Pada masa kejayaannya, kerajaan Samudera Pasai merupakan sentra perniagaan krusial di tempat Nusantara. Samudera Pasai memiliki banyak bandar yang dikunjungi oleh para saudagar menurut aneka macam negeri seperti Cina, India, Siam, Arab dan Persia. Alasan mengapa Kesultanan Samudera Pasai tergabung & ikut andil pada jaringan perdagangan antar bangsa adalah Ietaknya yg berada pada kawasan Selat Malaka yang menjadi jalur perdagangan internasional.
Jarak pelayaran yang begitu jauh antara Arab dan Cina berakibat Kerajaan Samudera Pasai sebagai tempat singgah para pedagang, terlebih lantaran pelayaran mengharuskan para pedagang menunggu angin isu terkini yang cocok untuk berlayar meneruskan bepergian.
Dalam kurun abad ke-13 hingga awal abad ke-16, Pasai adalah wilayah pembuat rempah-rempah terkemuka pada dunia, dengan lada sebagai keliru satu komoditas andalannya. Setiap tahunnya, Pasai bisa mengekspor lada dengan produksi yg cukup besar . Tak hanya itu, Pasai pula sebagai produsen komoditas lainnya misalnya sutra, kapur barus, & emas. Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yg dianggap dirham dan kemudian digunakan secara resmi di kerajaan tersebut.
Di samping menjadi pusat perdagangan, Samudera Pasai juga adalah pusat perkembangan agama Islam. Komposisi warga pada Kerajaan Pasai sendiri terbagi pada beberapa lapis, mencakup Sultan,
golongan abdi kerajaan, alim ulama, para pedagang dan hamba sahaya. Pada lapisan abdi kerajaan terbagi Iagi sebagai perdana menteri, menteri, tentara, pegawai dan pesuruh. Kendati orang Arab yg tinggal di Pasai nir sebesar orang menurut India, akan tetapi orang Arab menaruh dampak yg sangat kuat ke pada sistem kerajaan, bahkan pada memilih kebijakan sang raja.
Semasa Sultan Malik Al-Saleh menjabat menjadi penguasa pertama kerajaan Pasai, terdapat orang-orang akbar di negeri itu, di antaranya adalah Tun Sri Kaya & Tun Baba Kaya. Kedua orang akbar ini jua ikut berperan dalam mengontrol jalannya pemerintahan dengan gelar Sayid Ali Ghitauddin & Sayid Asmayuddin.
Peninggalan samudera pasai |
Kemajuan Kerajaan Samudera Pasai bisa dilihat menurut adanya aktivitas perdagangan yang semakin maju dan ramai ditambah menggunakan telah mengenal penggunaan koin emas menjadi indera pembayaran, Ibnu Batutah mengisahkan, sesudah berlayar selama 25 hari berdasarkan Barhnakar (sekarang masuk wilayah Myanmar), beliau mendarat pada sebuah tempat yg sangat fertile. Ibnu Batutah tidak mampu menutupi rasa kagumnya begitu berkeliling kota pusat Kerajaan Pasai. Ia begitu takjub melihat sebuah kota besar yang sangat cantik menggunakan dilingkupi dinding yang megah.
Ibnu Batutah pula mencatat bahwa ia wajib berjalan lebih kurang empat mil dengan mengendarai kuda berdasarkan pelabuhan yg dianggap Sahra buat hingga ke pusat kota. Pusat pemerintahan kota itu relatif akbar dan indah serta dilengkapi menggunakan menara-menara yang terbuat berdasarkan kayu-kayu yang kokoh. Di pusat kota ini, tulis Ibnu Batutah, masih ada loka tinggal para penguasa & bangsawan kerajaan. Bangunan yg terpenting merupakan Istana Sultan & masjid.
Masih menurut catatan Ibnu Battutah, di bawah kepemimpinan Muhammad Malikul Zahir, Pasai sebagai kerajaan yang begitu indah, bukan hanya saja karena keindahan & kesuburan alamnya tetapi jua karena memiliki raja yang sangat rendah hati, menyayangi rakyatnya, dan begitu mencintai ilmu pengetahuan.
Seperti yang telah disinggung diawali, Ibnu Batutah sempat memasukkan nama Sultan Muhammad Malikul Zahir menjadi salah satu menurut tujuh raja pada global yang memiliki kelebihan luar biasa. Ketujuh raja yang memiliki kemampuan luar biasa itu dari Ibnu Batutah merupakan: Sultan Muhammad Malikul Zahir (Raja Melayu) yg dinilainya berilmu pengetahuan luas dan mendalam, Raja Romawi yg sangat pemaaf, Raja Iraq yg berbudi bahasa, Raja Hindustani yang sangat ramah, Raja Yaman yg berakhlak mulia, Raja Turki yg gagah perkasa, & Raja Turkistan yg bijaksana.
Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai mulai mendapat ancaman dari Kerajaan Majapahit pada saat Gadjah Mada diangkat sebagai patih pada Kahuripan pada periode 1319-1321 M oleh Raja Majapahit yang kala itu dijabat sang Jayanegara dan kemudian naik pangkat menjadi Mahapatih pada 1331 saat Majapahit dipimpin sang Ratu Tribuana Tunggadewi. Pada waktu peresmian Gadjah Mada menjadi Mahapatih pada kerajaan Majapahit inilah keluar ucapannya janjinya yg dikenal dengan Sumpah Palapa, yaitu bahwa "Gadjah Mada nir akan menikmati butir palapa sebelum seluruh Nusantara berada pada bawah kekuasaan Kerajaan Majapahitdanquot;.
Mahapatih Gadjah Mada rupanya sedikit terusik mendengar kabar mengenai kebesaran Kerajaan Samudera Pasai. Majapahit risi akan pesatnya kemajuan Kerajaan Samudera Pasai yg memiliki jalur perdagangan strategis pada selat Malaka. Karenanya, kemudian Gadjah Mada mulai mempersiapkan planning buat menyerang kerajaan Islam di pulau Sumatera tadi. Desas-desus mengenai akan adanya agresi tentara Majapahit, yang menganut agama Hindu Syiwa, terhadap kerajaan Islam Samudera Pasai santer terdengar di kalangan rakyat pada Aceh.
Armada perang Kerajaan Majapahit di bawah komando Mahapatih Gadjah Mada memulai aksinya pada 1350 menggunakan beberapa tahapan. Serangan pertama Majapahit diarahkan ke perbatasan Perlak akan tetapi mengalami kegagalan karena lokasi itu dikawal ketat oleh tentara Kesultanan Samudera Pasai. Gadjah Mada lalu mundur ke laut & mencari tempat lapang pada pantai timur yang nir terjaga. Di Sungai Gajah, Gadjah Mada mendaratkan pasukannya & mendirikan benteng pada atas bukit, yang hingga kini dikenal menggunakan nama Bukit Meutan atau Bukit Gadjah Mada.
Gadjah Mada lalu menjalankan siasat serangan dua jurusan, yaitu dari jurusan laut & jurusan darat. Serangan lewat laut dilancarkan ke daerah pesisir di Lhokseumawe & Jambu Air, sedangkan penyerbuan jalan darat dilakukan lewat Paya Gajah yang terletak di antara daerah Perlak & Pedawa. Serangan dari darat tersebut ternyata tidak misalnya yang telah direncanakan dan mengalami kegagalan karena dihadang sang tentara Kesultanan Samudera Pasai. Sementara agresi yg dilakukan lewat jalur bahari justru mampu mencapai istana.
Penyerangan kerajaan Majapahit atas Samudera Pasai dilatari belakangi sang faktor politis sekaligus kepentingan ekonomi. Kemajuan perdagangan menggunakan ramainya bandar-bandar yang berada pada wilayah kerajaan & kemakmuran rakyat Kerajaan Samudera Pasai menciptakan Mahapatih
Gadjah Mada berkeinginan buat merebutnya. Meskipun perluasan kerajaan Majapahit pada rangka menguasai daerah Samudera Pasai sudah dilakukan berulang kali namun Kesultanan Samudera Pasai masih bisa bertahan, hingga akhirnya perlahan-lahan perlawanan yang diberikan oleh kerajaan Samudera Pasai mulai surut seiring semakin menguatnya impak Majapahit di Selat Malaka.
Runtuhnya kekuatan Kerajaan Pasai sangat berkaitan dengan perkembangan yang terjadi di luar kerajaan Pasai itu sendiri. Munculnya sentra politik dan perdagangan baru pada Malaka dalam abad ke-15 merupakan galat faktor yang mengakibatkan Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran. Hancur dan hilangnya peranan Pasai dalam jaringan perdagangan antar bangsa bertambah dengan lahirnya suatu pusat kekuasaan baru pada ujung barat pulau Sumatera yakni Kerajaan Aceh Darussalam dalam abad ke-16.
Pasai ditaklukkan dan dimasukkan ke pada daerah Kekuasaan Kerajaan Aceh Darussalam oleh Sultan Ali Mughayat Syah dan Lonceng Cakra Donya, hibah dari Raja Cina buat Kerajaan Islam Samudera Pasai, dipindahkan ke Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh). Hingga menjelang abad ke-16, Kerajaan Samudera Pasai masih dapat mempertahankan peranannya menjadi bandar yang memiliki aktivitas perdagangan menggunakan luar negeri. Para ahli sejarah yang menumpahkan minatnya dalam perkembangan ekonomi mencatat bahwa Kerajaan Samudera Pasai pernah menempati kedudukan sebagai sentrum kegiatan dagang internasional di nusantara semenjak peranan Kedah berhasil dipatahkan.
Namun, kemudian peranan Kerajaan Samudera Pasai yg sebelumnya sangat penting dalam arus perdagangan pada tempat Asia Tenggara &
dunia terjadi kemerosotan menggunakan munculnya bandar perdagangan Malaka pada Semenanjung Melayu. Bandar Malaka berpeluang akbar menjadi bandar yang ramai pada bidang perdagangan & mulai meredupkan kedudukan Pasai menjadi bandar yang ramai. Tidak usang setelah Malaka dibangun, kota itu dalam saat singkat segera dibanjiri perantau-perantau berdasarkan Jawa. Akibat kemajuan pesat yg diperoleh Malaka itu, posisi & peranan Kerajaan Samudera Pasai semakin tersudut, nyaris semua kegiatan perniagaannya sebagai kendor & akhirnya benar-sahih patah pada tangan Malaka dari tahun 1450.
Bukan itu saja, Kesultanan Samudera Pasai lambat laun mulai lemah waktu pada Aceh berdiri satu lagi kerajaan yg di rintis sebagai sebuah peradaban yang besar & maju. Pemerintahan baru tadi adalah Kerajaan Aceh Darussalam yg didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah. Kesultanan Aceh Darussalam sendiri dibangun pada atas puing-puing kerajaan-kerajaan yg pernah ada di Aceh dalam masa pra Islam, misalnya Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa,
Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura. Kerajaan Aceh Darussalam di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah melakukan penyerangan Kesultanan Samudera Pasai yaitu pada tahun 1524. Imbasnya, kebesaran Kerajaan Samudera Pasai semakin meredup sebelum akhirnya benar-sahih runtuh dan Samudera Pasai akhirnya berada pada bawah kendali kuasa Kesultanan Aceh Darussalam.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih..
Daftar Pustaka
Buniko amarseto, Ensiklopedia kerajaan Islam di Indonesia. Yogyakarta, Relasi inti media. 2017.
Tidak ada komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.