Banjar merupakan kerajaan yang berdiri dalam tahun 1520, menggunakan bunda kota terakhir pada Kayu Tangi yang dikenal ketika ini sebagai Martapura, Kalimantan Selatan. Banjar bisa dikatakan menjadi penerus dari kerajaan bercorak Hindu pada pulau Kalimantan, yaitu Negara Daha, Kuripan atau Amuntai, Gagelang, Pudak Sategal, dan Pandan Arum.
Terbentuknya kerajaan Banjar tidak terlepas menurut Negara Daha sebagai kerajaan yg pernah berkuasa waktu itu. Raja Negara Daha, Raden Sukarama, mewasiatkan tahta kerajaan kepada cucunya yaitu Raden Samudera. Akan namun, anak Raden Sukarama, Pangeran Tumenggung, merebut tahta tersebut sehingga Raden Samudera melarikan diri & bersembunyi pada wilayah hilir sungai Barito. Dalam pelariannya tadi, Raden Samudera dilindungi sang komunitas orang Melayu, yg selanjutnya mengangkat Raden Samudera menjadi raja. Bagi Raden Samudera, hal ini adalah upaya merebut kembali takhtanya pada Negara Daha. Bagi komunitas Melayu, hal ini dilakukan agar mereka tidak perlu membayar upeti kepada Negara Daha.
Untuk melakukan penyerangan terhadap Negara Daha, Patih Masih menganjurkan Raden Samudera meminta bantuan Kerajaan Demak. Sultan Demak menyanggupi permintaan tadi menggunakan syarat bahwa Raden Samudera bersama pengikutnya harus memeluk kepercayaan Islam. Penyerangan pun dilakukan, diakhiri menggunakan kemenangan Raden Samudera. Pada tahun 1526, Raden Samudera memindahkan warga Negara Daha ke Kuin, Banjarmasin, sebagai pusat pemerintahan & mengukuhkan dirinya menjadi penguasa Kesultanan Banjar menggunakan gelar Sultan Suriansyah.
Sultan Suriansyah wafat pada tahun 1545. Kesultanan Banjar diteruskan sampai tahta ke-19. Penerus tahta Kesultanan Banjar secara berturut-turut adalah Sultan Rahmatullah (1545-1570), Sultan Hidayatullah (1570-1595), Sultan Mustakinbillah (1595-1620), Sultan lnayatullah (1620-1637), Sultan Saidullah (1637-1642), Adipati Halid (1642-1660), Amirllah Bagus Kesuma (1660-1663), Sultan Agung (1663-1679), Sultan Tahlilullah (1679-1700), Sultan Hamidullah atau Sultan Kuning (1700-1734), Sultan Tamjidullah (1734-17S9), Sultan Aliuddin Aminullah (1759-1761), Pangeran Nata Dilaga atau Sultan Tahmidullah (1761-1801), Sultan Suleman Al Mutamidullah (1801-1825), Sultan Adam Al Wasyibillah (1825-1857), Sultan Tamjidillah (1857-1859), Pangeran Antasari atau Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukmina (1859-1862), dan Sultan Seman (1862-1905).
Kesultanan Banjar mempunyai pola lapisan rakyat berdasarkan status sosial berdasarkan keturunan. Tutus merupakan sebutan bagi golongan keturunan raja, & berhak buat memegang jabatan krusial dalam kerajaan dan memiliki daerah kekuasaan. Gelar kebangsawanan bagi keturunan raja yg berkuasa secara berturut-turut adalah Pangeran/Ratu, Gusti, Antung/ Raden, Nanang/Anang.
Gelar kebangsawanan bagi keturunan raja yg nir berkuasa secara berturut-turut adalah Pangeran/Ratu, Andin, Rama. Sedangkan jaba adalah golongan rakyat biasa. Jaba memiliki kesempatan mendapatkan jabatan atau gelar dari sultan apabila dipercaya berjasa atau mempunyai darma terhadap kerajaan. Gelar tadi dapat disandang seumur hayati, namun tidak dapat diwariskan. Jika seorang lelaki, jaba ingin menikahi perempuan tutus, maka diadakan suatu ritual penebusan yg disebut menggunakan manabus purih, dengan konsekuensi bahwa perempuan tutus ini kehilangan hak waris gelar buat anak-anaknya kelak.
Sistem pemerintahan Kesultanan Banjar masih mengikuti sistem pemerintahan pendahulunya, Negara Daha. Jabatan raja diturunkan kepada golongan tutus menjadi keturunan atau pewaris yang absah, sedangkan jabatan tertinggi sehabis raja, yaitu perdana menteri yg diklaim dengan gelar mangkubumi, ditempati oleh golongan jaba yang mempunyai jasa akbar terhadap kerajaan.
Dalam menjalankan tugasnya, mangkubumi dibantu oleh bawahannya yaitu penganan, pengiwa, gumpiran, dan panumping yg memiliki wewenang setara hakim & jaksa. Di bawahnya ada jabatan mantri bumi , 40 mantri perilaku, & beberapa jabatan lain yang memiliki kewenangan pada lingkup yang Iebih sempit misalnya perdagangan, seni, keagamaan, & logistik. Saudara raja diperbolehkan sebagai penguasa di wilayah taklukkan dengan gelar adipati. Akan namun, kekuasaannya berada pada bawah mangkubumi. Kesultanan Banjar permanen menggunakan panduan aturan Kutara yang disusun sang Aria Taranggana, mangkubumi Negara Daha.
Pengaruh kepercayaan Islam pada Kesultanan Banjar sangat dominan dan tidak terlepas menurut dampak Khatib Dayan menurut Kesultanan Demak. Hal ini terbukti menurut peninggalan Kesultanan Banjar berupa masjid yang mempunyai ragam arsitektur menyerupai masjid agung Demak dengan atap meru & tiang guru. Ketiga masjid ini adalah masjid Kuin, masjid Jami, & masjid Basirih. Selain itu, masih ada Undang-Undang Sultan Adam yg semuanya didasarkan pada hukum Islam.
Masa kejayaan Kesultanan Banjar berada pada dasa warsa pertama abad ke-17. Adanya perang Makassar menyebabkan para pedagang dari Somba Opu, Kesultanan Gowa, pindah ke Banjarmasin sehingga sebagai bandar perdagangan besar . Komoditas perdagangan utamanya adalah lada hitam, madu, rotan, emas, intan, damar, dan kulit binatang. Pada masa ini pula, Kesultanan Banjar nir lagi membayar upeti kepada Kesultanan Demak sejak diteruskan sebagai Kesultanan Pajang. Kesultanan Banjar jua telah berhasil memperluas daerah dengan menjamin Sambas,
Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai, Kahayan Hilir, Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam-Asam, Kintap, dan Swarangan. Setelahnya, terjadi migrasi besar -besaran dari pulau Jawa yang ditimbulkan sang serangan politik yg dilakukan sang Sultan Agung. Hal ini mengakibatkan pelabuhan-pelabuhan pada pulau Kalimantan menjadi sentra difusi kebudayaan Jawa.
Pada abad ke-18 terjadi perpindahan kekuasaan kepada dinasti Sultan Tamjidullah dengan mengangkat Pangeran Nata Dilaga menjadi sultan. Hal ini menyebabkan perpecahan pada pada kerajaan. Pangeran Amir, putera Sultan Aliuddin Aminullah, meminta donasi pamannya, Arung Tarawe, buat menyerang Kesultanan Banjar menggunakan pasukan orang Bugis. Untuk mempertahankan takhtanya, Pangeran Nata Dilaga meminta donasi pada VOC. Pasukan orang Bugis ini berhasil ditumpas oleh VOC yg dipimpin sang Capt Hoffman.
Sebagai konsekuensi berdasarkan hal tersebut, dibuatlah suatu perjanjian antara Kesultanan Banjar dengan VOC dimana tanah yg dikuasai Kesultanan Banjar sebagai milik VOC meskipun raja tetap memegang tahta. Pada tahun 1826, perjanjian tersebut diperbarui menurut perjanjian terdahulu. Perjanjian ini terdiri atas 28 pasal, diantaranya merupakan bahwa Kesultanan Banjar hanya boleh mengadakan interaksi dengan Belanda, wilayah kekuasaan Kesultanan Banjar menjadi lebih sempit, dan pengangkatan sultan & mangkubumi wajib menerima persetujuan Belanda.
Pada tahun 1857, Belanda secara sepihak mengangkat Sultan Tamjidillah sebagai raja Kesultanan Banjar. Kerabat Kesultanan Banjar keberatan menggunakan hal tersebut karena Sultan Tamjidillah adalah anak menurut selir raja terdahulu sehingga dipercaya nir layak mewarisi tahta sementara Pangeran Hidayatullah sebagai pewaris tahta yang absah masih hidup. Akibat kudeta ini, Sultan Tamjidillah melarikan diri sehingga kekosongan tahta diisi oleh residen Belanda, von Bertheim. Gesekan ini menimbulkan gerakan Muning, yang menjadi pemicu perang Banjar pada tahun 1859-1860.
Pangeran Antasari diberi agama oleh Pangeran Hidayatullah buat menghimpun kekuatan mengusir Belanda berdasarkan Kesultanan Banjar, serta menjadi penghubung antara kerajaan, pemimpin perlawanan, dan masyarakat. Perlawanan demi perlawanan terjadi hingga akhirnya Pangeran Hidayatullah menyerah, kemudian diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Dengan demikian secara otomatis, Pangeran Antasari diangkat sebagai pimpinan tertinggi perlawanan sekaligus sultan bagi Kesultanan Banjar.
Pada tahun 1862, Pangeran Antasari dikabarkan mangkat dunia karena penyakit cacar dan dimakamkan di desa Bayan Bengkok, daerah hulu sungai Teweh. Penerus tahta adalah Sultan Seman yg melanjutkan perlawanan terhadap Belanda. Akan namun dalam tahun 1905, Sultan Seman mati global dalam suatu pertempuran sebagai akibatnya berakhirlah riwayat Kesultanan Banjar selama 379 tahun. Belanda menetapkan buat memasukkan Kesultanan Banjar beserta seluruh wilayah kekuasaannya ke dalam Residentie Zuider en OosterAfdeeling van Borneo.